Monday, 5 December 2016

ABSTRACK BIOGRAFI 20 ULAMA JOMBLO


MUQODIMMAH

          Sebelum biografi 20 ulama jomblo ini kami sajikan  , alangkah baiknya jika kita tahu penyebab kenapa 20  ulama’ tersebut tidak menikah , padahal mereka juga tahu   tentang hukum menikah , keutamaannya , dan bahayanya tidak menikah . Apalagi jika dilihat dari sisi syariat , tidak lah ada nash yang shahih yang memerintahkan untuk tidak menikah. Lantas apa yang mendorong mereka tidak mau menikah ? Padahal mereka juga tidak bodoh tentang hukum pernikahan dan keutamaannya bahkan meraka juga telah menetapkan hukum-hukum tersebut dalam kitab-kitab karyanya .
         Jawabnya simpel saja, ini adalah jalan hidup pribadi  yang mereka pilih sendiri.  Mereka telah menimbang diantara keutamaan menikah dan keutamaan ilmu yang sedang digelutinya. Walhasil, mereka lebih mengunggulkan      ilmu dari pada menikah . Namun walaupun begitu , mereka juga tidak mengajak orang lain untuk mengikuti jalannya untuk tidak menikah , tidak berkata pada orang lain “  Mementingkan ilmu lebih baik dari pada menikah”  dan juga tidak berkata “ Apa yang kami jalani lebih baik dari pada kalian semua “.
        Mereka tidak menikah juga bukan sebab mengikuti pendapat sebagian hukama’ dan falasifah  yang mengatakan bahwa membuat anak adalah kejahatan padanya !!! .  Ibnu Khalkan dalam kitab Wafayatul A’yan juz 1 hal 34 saat menuturkan biografi abie ‘ala’ al-ma’arrie ( ahmad bin abdilah ) seorang penyair ,dan filosofi yang masyhur berkata “ telah sampai padaku berita bahwa ia berwashiat untuk menulis   diatas kuburnya bait ini “

هَذَا جَنَاهُ أَبِي عَلَيَّ  وَمَا جَنَيْتُ عَلَي أَحَدٍ

Ini ( aku yang dikubur  ) adalah hasil kejahatan ayahku padaku dan aku tidak berbuat jahat pada siapapun

Bait ini  berhubungan dengan keyakinan para Hukama’ Filosofi yang mengatakan bahwa mewujudkan anak dengan melahirkannya didunia adalah kejahatan padanya.
        Dari semua itu , maka mereka sebagian ulama yang memilih untuk menjomblo adalah pilihan mereka sendiri , tidak mengekor pada siapapun . Allah telah menjaga mereka dengan ketaqwaan, iman dan ilmu dari bahayanya menyendiri dan menjomblo.
      Tindakan mereka semata-mata hanya karena kecintaan mereka terhadap ilmu hingga ilmu tersebut seperti halnya ruh dalam jasad, seperti air bagi tumbuh-tumbuhan  dan seperti udara bagi kehidupan manusia , hingga ilmu tersebut seperti halnya makanan pokok dan obat bagi mereka. Mereka menilai bahwa menikah dapat menghalangi untuk dapat menghasilkan ilmu  , maka mereka memilih ilmu yang lebih bermanfaat bagi umat dibanding sekedar manfaat pribadi  .
       Diriwayatkan dari imam Hakim bahwa Rasul SAW pernah bersabda yang artinya “ Sesungguhnya seorang anak adalah ( penyebab ) menjadi bahil, penakut , bodoh dan sedih
        Imam Zamkhsari dalam “Faiq” mentafsiri hadist tersebut bahwa maksud dari penyebab bakhil adalah   Anak menyebabkan seorang ayah menjadi bakhil sebab menjaga hartanya untuk anaknya ,  maksud   bodoh adalah  Bahwa anak menjadi penghalang mencari ilmu , maksud takut adalah bahwa anak membuat takut dirinya dibunuh maka anak akan menyia-nyiakan dirinya setelahnya , maksud dari sedih adalah “ Anak membuat sedih seorang ayah” 
    Sayyidina Umar berkata :
تَفَقَّهُوا قَبْلَ تُسَوِّدُوا
"Belajarlah fiqih  sebelum menikah"
Imam Zabidi mengatakan :  Imam Syamir berkata “ Makna hadist diatas adalah “  Belajarlah fiqih  sebelum menikah sebab kalian smua akan menjadi kepala keluarga hingga kalian akan tersibukkan dengan urusan keluarga hingga meninggalkan mencari ilmu " . Mayoritas ulama mengatakan bahwa تسودوا bukanlah bermakna menikah namun berarti pemimpin , seperti maqolah  Abu Ubaid dalam kitab "Gharibul hadist Belajarlah ilmu mulai kecil  sebelum kalian menjadi pemimpin , jika kalian belajar  sebelum hal itu maka kalian akan malu untuk beljar setelah kalian tua . Namun walaupun begitu , tafsir dari imam Syamir juga tidak diragukan maknanya sebab menikah sebelum belajar pasti dapat mengganggu aktifitas belajar  .
          Al-Hafidz Al-Khathib Al-Baghdadaie dalam kitabnya Al-Jami’ Li Akhlaqir Rawi Wa Adabus Sami’ berkata “ Disunahkan bagi seorang yang mencari ilmu untuk tidak menikah terlebih dahulu sebisa mungkin , agar ilmu tersebut tidak kandas sebab urusan pernikahan dan mencari nafkah  hingga meninggalkan mencari ilmu.
       Imam Ats-Tsaurie berkata “

مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدْ رَكِبَ الْبَحْرَ فَإِنْ وَلَدَ لَهُ وَلَدٌ فَقَدْ كُسِرَ بِهِ الْمَرْكَبُ

“Barang siapa menikah maka sungguh ia telah menaiki perahu , jika ia punya anak maka perahu tersebut pecah  sebab anak tersebut “

    Maka yang lebih baik adalah meninggalkan menikah bagi yang tidak membutuhkannya atau mampu untuk meninggalkannya , apalagi bagi seorang yang sedang menuntut ilmu yang perlu berfikir dan meluangkan banyak waktu.
        “ Saya memilih bagi seorang pelajar pemula untuk meninggalkan menikah sebisa mungkin , sebab imam Ahmad tidaklah menikah sampai ia sempurna mencari ilmu dalam waktu 40 tahun  dan ini semua sebab untuk meraih ilmu “ Tutur Imam Ibnul Jauzie dalam kitabnya Al’ujab Shaidul Khathir .
    Siapapun tidak akan memungkiri bahwa semakin banyak kesibukan maka akan semakin kecil kemungkinan untuk untuk mencari ilmu .  Kesibukan mengurus keluarga, istri  dan anak adalah perihal yang paling kuat dalam mengganggu aktifitas mencari ilmu sampai imam Bisyr Al-Hafie berkata

  ضَاعَ الْعِلْمُ فِي أَفْخَاذِ النِّسَاءِ

"Ilmu akan tersia-sia sebab paha-paha wanita"

Sebagian ulama lain meriwayatkan dengan lafadz “

ذُبِحَ الْعِلْمُ بَيْنَ أَفْخَاذِ النِّسَاءِ

“Ilmu akan tersembelih ( mati ) diantara paha wanita”

       Kalimat tersebut memberi isyarat bahwa sebagian besar ulama terhenti dalam aktifitas keilmuanya sebab urusan keluarga, istri dan anak hingga ilmu yang ada padanya tersimpan dan sia-sia.
       Tidak diragukan lagi bahwa pernikahan  adalah pengikat yang kuat dan berat yang menyebabkan hilangnya waktu yang banyak dalam mencari  dan  menyebarkan ilmu atau bahkan untuk selamanya seperti yang telah maklum adanya bagi setiap orang yang menikah dan memilik ilmu .
      Sebagian hikayat yang memperkuat bahwa pernikahan adalah pengikat yang sangat dahsat adalah hikayat dari imam Taqiyudiin As-Subki saat menceritakan biografi Ma’mar bin Rasyid Al-Basyrie dalam kitabnya  Tartibu Stiqohl ‘Ujlie . Beliau berkata “ Ma’mar adalah ulama besar yang menyebarkan ilmu hadist dari satu daerah kedaerah yang lain. Sesampainya dikota Yaman , penduduk kota tersebut merasa senang jika ia tinggal disitu seterusnya agar mereka dapat belajar dan memperoleh ilmu dan keutamaannya.  Akhirnya , mereka mencari pengikat yang mencegahnya pergi dari kota tersebut. Pengikat tersebut adalah menikahkan dengan wanita dari mereka , maka wanita tersebut menjadi pengikat yang mencegahnya untuk  kembali meneruskan dakwahnya keberbagai plosok daerah dan mencegahnya kembali kedaerah semula. Setelah menikah , ia menetap dikota tersebut sampai akhir hayatnya.
      Tak berbeda dengan ulama lain , imam Ghazali dalam Ihya Ulumiddin juga berkomentar tentang  pilihan untuk menikah atau tidak . Dalam kitab tersebut , beliau menyampaikan ayat-ayat , hadist dan  atsar yang memberikan anjuran dan dorongan agar menikah . Selain itu juga , beliau menyampaikan faidah pernikahan dan bahaya nya menikah . Setidaknya ada tiga bahaya dalam pernikahan yang beliau sampaikan :
·        Tidak mampu menghasilkan nafaqoh yang halal
·        Tidak mampu menunaikan kewajiban seorang suami ,  tidak mampu bersabar atas akhlah istrinya dan tidak mampu menahan penderitaan atas hinaan istrinya.
·        Istri dan anak dapat menyibukkan berdzikir pada Allah dan lebih memprioritaskan mencari dunia  dan nafaqoh untuk anak-anaknya .
       Dari pernikahan akan menimbulkan berbagai macam kesibukan yang sejenis dari tiga diatas , hingga hati seseorang hanya akan tersibukkan siang dan malam dengan urusan keluarga , ia tidak akan sempat berfikir tentang urusan akhiratnya . Oleh karenanya imam ibrahim bin Adhan berkata “ Barang siapa membiasakan berada pada paha wanita maka ia tidak akan memperoleh apapun”         Sulaiman Ad-Daranie juga berkata “ Siapa saja yang menikah maka ia telah condong kepada dunia
       Imam ghazalie meneruskan “ Dalam pernikahan terdapat manfaat dan bahaya maka mana yang lebih baik antar menikah dan menyendiri hukumnya sama bagi siapapun, perlu meninjau hal sebagai berikut :
ð Jika dalam diri seseorang tidak terdapat bahaya dalam menikah dan malah bermanfaat , seperti dirinya memiliki harta dan penghasilan yang halal , berbudi pakerti baik  ,  sungguh-sungguh dalam menjalankan syariat agama dalam arti pernikahan tidak memalingkan dari dzikir pada Allah dan ia adalah seorang pemuda yang butuh menikah agar syahwatnya tenang   maka menikah jelas lebih baik baginya.
ð Jika pernikahan tidak ada faidahnya  dan justru malah berbahaya maka menjomblo lebih baik baginya .
ð Jika dua hal tersebut ada, yakni bermanfaat juga terdapat bahaya maka sebaiknya memilih hal yang lebih bermanfaat bagi agamnya.
         Apa yang telah dijelaskan imam Ghazali diatas kiranya sudah cukup dalam memberikan alasan kenapa mereka sebagian ulama lebih memilih membujang . Namun untuk lebih jelas lagi , kami sedikit tambahkan keterangan dari imam Abu Ishaq As-Syatibie dalam kitab I’tisham . Beliau berkata “  firman Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوا لاَ تُحَرِّمُوا طَيِّبَات مَا أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian semua mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah pada kalian semua”
Ayat diatas terkait dengan beberapa hal :
ð Mengharamkan apa yang telah dihalalkan dapat diaplikasikan dalam   :
·        Mengharamkan secara Hakikatnya
Ini terjadi pada orang-orang kafir seperti mengharamkan Bahirah ( unta yang susunya dipersembahkan untuk berhalanya ) dan lain sebagainya.
·        Hanya murni meninggalkan , bukan karena ada tujuan bahkan karena ada beberapa faktor seperti :
ü    Hati secara tabiat tidak menyukainya ,  
ü    Tidak membencinya untuk selamanya sampai suatu saat dipergunakan,  
ü    Sebab tidak menemukan uang untuk mendapatkannya ,  
ü     Sebab tersibukkan dengan hal yang lebih penting.

      Sebagian dari hal itu adalah meninggalkannya nabi SAW memakan hewan Dlab ( Biawak ) . Hal ini tidak dinamakan mengharamkan sebab mengharamkan selalu ada tujuan untuk itu, dan permasalah ini tidaklah semacam diatas.
       Imam Syatibie melanjutkan “ Seseorang yang tertimpa bahaya disuatu waktu dapat mencari solusi dengan mencegah hal itu tanpa mengharamkan. Meninggalkan sebuah perkara tidak mesti mengharamkan . Berapa banyak lelaki yang meninggalkan makanan model khusus, atau meninggalkan menikah sebab diwaktu itu ia tidak berhasrat , atau karena alasan lain. Nabi saw tidak mau meninggalkan memakan biawak bukan berarti menyebabkan keharaman biawak tersebut.

        Walhasil, ulama- ulama yang akan kami sebutkan biografinya adalah ulama-ulama yang lebih memilih ilmu dari pada menikah , bukan mengharamkan yang telah halal namun sebab mengedepankan kepentingan agama dan umat dalam ilmu pengetahuan. Semoga biografi ulama – ulama yang akan kami paparkan menjadi contoh bagi pelajar masa kini untuk lebih mengedepankan dalam pencarian ilmu dari pada menikah terlebih dahulu.

No comments: