Sunday 8 January 2017

Doa Agar Hajad Terkabul dan Berwibawa

﴿ لقضاء الحاجة والهيبة ﴾

رَبِّي إِنِّي مَغْلُوْبٌ فَانْتَصِرْ وَاجْبُرْ قَلْبِي الْمُنْكَسِرَ وَاجْمَعْ شَمْلِي الْمُنْدَثِرَ إِنَّكَ أَنْتَ الرَّحْمنُ الْمُقْتَدِرُ اِكْفِنِيْ يَا كَافِيْ وَأَنَا الْعَبْدُ الْمُفْتَقِرُ وَكَفَى بِاللَّهِ وَلِيًّا وَكَفَى بِاللَّهِ نَصِيرًا. إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ. وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْمًا لِلْعِبَادِ. فَقُطِعَ دَابِرُ الْقَوْمِ الَّذِينَ ظَلَمُوا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

   Caranya : Hadiah fatihah pada nabi muhammad saw , syakh Abdul Qodir Al-Jailan
seluruh ulama yang mengijazahi . Dibaca setiap malam 77 x  selama satu minggu .


        Penting !!!  Doa diatas harus mendapat ijazah sebelum di amalkan  .   

BIOGRAFI IMAM AL-AUZA’I DAN MADZHABNYA


1.   NAMA DAN TANAH KELAHIRAN
       Adalah Abu Amru Abdurrahman bin Amru bin Muhammad Al-Auza’i Ad-Dimasyqi, ulama ahli fiqh besar dari Syam . Madzhab yang didirikan ulama yang akrab disebut Imam Abdurrahman Al-Auza’i itu sempat bertahan selama 220 tahun sebelum tergusur oleh madzhab lain yang lebih populer.
        Madzhab ini banyak diamalkan pada kisaran tahun ke-2 Hijrah sampai pertengahan abad ke-3 Hijrah di negeri Syam (sekarang: Lebanon, Yordania, Syiria, Palestina). Dinamakan madzhab al-Auza’ie karena penisbatan kepada Imam madzhab ini, yaitu Imam Abdurrahman bin Muhammad Al-Auza’ie.
         Lahir di Ba’labak, salah satu daerah di Lebanon pada tahun 88 Hijriyah. Dan penisbatan al-Auza’ie adalah penisbatan suku asli dari ayahnya yang merupakan berasal dari suku al-Auza’ [الأوزاع], suku asli yang mendiami Bab-al-Faradis, sebelah selatan Beirut yang berbatasan dengan Suriah. dan wafat di kota yang sama pada tahun 157 Hijrah.
       Ahmad Amin, sejarawan kontemporer dari Mesir, mengatakan Imam Al-Auza’i berasal dari suku Auza’, salah satu sub kabilah Hamdan yang berdomisili di Arab Selatan. Sementara Shihabuddin Abu Abdillah Ya’qub bin Abdullah Al-Hamawi, sejarawan masa kejayaan Dinasti Abbasiyyah mengatakan, Al-Auza’ adalah salah satu kabilah di Yaman yang kemudian hijrah ke Syam. Daerah baru tersebut kemudian dikenal juga dengan nama Al-Auza’.
        Di desa Auza’ itulah Imam Abdurrahman Al-Auza’i lahir pada tahun 88 H. Kebetulan pada masa itu masih ada sebagian sahabat Nabi SAW yang masih hidup. Sejak kecil Imam Al-Auza’i dikenal gigih menuntut ilmu dari para ulama. Ia pernah mengembara sampai Yamamah, Makkah, Basrah, Damaskus dan Beirut.
        Imam al-Zirikli dalam kitabnya al-A’lam mengutip pernyataan Shalih bin Yahya, yang ini juga tertulis dalam tarikh Baghdad, beliau mengatakan: “Imam al-Auza’ie adalah orang yang punya kedudukan luhur bagi warga Syam. Bahkan perintahnya lebih ditaati dibanding perintah penguasa ketika itu”.
       Beliau hidup semasa dengan Imam Ja’far al-Shadiq (148 H), Imam Robi’ah (136 H) di Mekkah, Imam Abu Hanifah di Baghdad (150 H), Imam al-Laits bin Sa’d (175 H) di Mesir, Imam Sufyan al-Tsauri (161 H), dan beberapa ulama pada akhir abas ke-2 Hijrah.

2.  PERKEMBANGAN MADZHAB AL-AUZA’IE
      Madzhab Al-Auza’i dikembangkan oleh murid-muridnya, seperti Imam Malik dan Sufyan bin Uyainah, sebelum kedua tokoh itu mendirikan madzhabnya sendiri. Madzhab Al-Auza’i sempat diamalkan orang di Syam (Syiria) selama 220 tahun sebelum terdesak oleh madzhab Syafi’i. Madzhab tersebut juga pernah berkembang di Andalusia, namun akhirnya tergantikan oleh madzhab Maliki. Fatwa dan pemikiran Al-Auza’i sebenarnya belum pernah terkodifikasi (mudawwan) dalam satu buku tersendiri.
     Salah satu tokoh berkembangannya madzhab ini ialah Abdurrahman bin Ibrahim (245 H) dari keluarga Umawi (penguasa ketika itu), yang menyebarkan madzhab al-Auza’ie dengan posisinya sebagai Gubernur Yordan serta Palestina ketika itu. Dan juga, yang masyhur ialah Sho’sho’ah bin Salam bin Abdullah al-Dimasyqa (190 H) yang membawa madzhab ini ke Andalus, yang mana beliau juga seorang khathib di Qurthuba.
       Pemikiran Imam yang bersahaja itu tersebar di banyak kitab seperti Ikhtilaf Al-Fuqaha karya Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Al-Umm karya Imam Syafi’i.         Dalam Al-Umm, Imam Syafi’i mengulasnya secara khusus dalam satu bab tersendiri yang bertajuk kitab siyarul Auza’i, yang berisi perdebatan antara Imam Hanafi dan ulama Hanafiah dengan Imam Al-Auza’i. Kitab lain yang memuat pendapat Al-Auza’i antara lain Muqaddimah al-Jarh wat Ta’dil karya Abu Hatim, Tarikh Damsyiq karya Ibnu Asakir Ad-Dimasyqi dan Al-Bidayah wan Nihayah karya Abul Fida Muhmmad ibn Katsir Ad-Dimasyqi. Keilmuan Imam Al-Auza’i begitu membekas di hati rakyat Beirut hingga saat ini. Terbukti salah satu akademi studi Islam di kota itu yang didirikan pada tahun 1980an diberi nama Kulliyah Al-Imam Al-Auza’i lid Dirasa al-Islamiyyah, Akademi Studi Keislaman Imam Al-Auza’i.

3.   METODE FIQH AL-AUZA’IE
Sheikh Muhammad al-Khudhari Bik dalam kitabnya Tarikh al-Tasyri’ al-Islami memberikan sedikit ciri khas yang dimiliki oleh madzhab al-Auza’ie ini, yaitu mereka sangat benci sekali dengan Qiyas dalam fiqih mereka. Corak ini jelas terpengaruh oleh Imam al-Auza’ie sendiri yang merupakan seorang Muhaddits (Ahli Hadits).
     Menurut Syaikh Muhammad Fauzi, guru besar ilmu fiqih kontemporer di Damaskus, Imam Al-Auza’i termasuk tokoh yang mengedepankan nash (hadits) dan menolak penggunaan logika dalam bentuk qiyas. Demikian juga yang diceritakan oleh Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm-nya.
        Dalam salah satu nasehat kepadanya kepada Baqiyah bin Al-Walid, Imam Abdurrahman Al-Auz’ai mengatakan, “Wahai Baqiyah, janganlah kamu membicarakan salah seorang sahabat Nabi kecuali mengenai kebaikannya. Sesungguhnya ilmu itu adalah apa yang datang dari sahabat Nabi, maka yang datang dari selain mereka bukan merupakan ilmu ” . Kata “yang bukan dari sahabat nabi” tersebut ditujukan kepada fatwa berdasarkan qiyas

4.   GURU-GURU IMAM AUZA’IE
      Guru-gurunya kebanyakan para tabi’in yang mempelajari ilmunya langsung dari para sahabat Rasulullah SAW. Mereka antara lain Atha’ bin Abi Rabbah (mufti Makkah), Muhammad bin Sirin (wafat 110 H, mufti Basrah), Imam Muhammad Al-Baqir (ulama kalangan ahlul bait), Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri (wafat 124, muhaddits dan mufti Madinah), Yahya bin Abu Katsir, Ismail bin Ubaidillah bin Abul Muhajir, Muth’im bin Al-Miqdam, Umar bin Hani’, Muhammad bin Ibrahim, Salim bin Abdullah, Syadad Abu Ammar, Ikrimah bin Khalid, ‘Alqamah bin Martsad, Maimun bin Mihran, Nafi’ maula Ibnu Umar, dan masih banyak lagi.
        Al-Abbas bin al-Walid menceritakan kenangan guru-gurunya tentang masa kecil Al-Auza’i. Menurut mereka Abdurrahman Al-Auza’i pernah bercerita, “Ayahku meninggal ketika aku masih kecil. Pada suatu hari aku bermain-main dengan anak-anak sebayaku, maka lewatlah seseorang (dikenal sebagai seorang syaikh yang mulia dari Arab), lalu anak-anak lari ketika melihatnya, sedangkan aku tetap di tempat. Lantas Syaikh tersebut bertanya kepadaku, ‘Kamu anak siapa?’ Akupun menjawabnya.  Kemudian dia berkata lagi, ‘Wahai anak saudaraku, semoga Allah merahmati ayahmu.’ Lalu Syaikh itu mengajakku kerumahnya, dan aku tinggal bersamanya sehingga aku baligh. Syaikh itu juga mengikutsertakan aku dalam dewan mahkamah pengadilan untuk bermusyawarah dan juga ketika pergi bersama rombongan ke Yamamah. Ketika sampai di Yamamah, aku masuk ke dalam masjid jami’. Dan saat keluar dari masjid seorang temanku berkata kepadaku, ‘Saya melihat Yahya bin Abi Katsir (salah seorang ulama Yamamah) kagum kepadamu dan mengatakan, ‘Tidaklah saya melihat di antara para utusan itu ada yang lebih mendapatkan petunjuk daripada pemuda itu!’ Al-Auza’i berkata, ‘Kemudian aku bermajelis dengannya dan menulis ilmu darinya hingga 14 atau 13 buku, tetapi kemudian semuanya habis terbakar.”

5.   PUJIAN ULAMA TERHADAP IMAM AUZA’IE
Perihal keilmuannya, banyak ulama yang bersaksi akan ketinggian dan keluasan pengetahuan sang sang Imam. Ummayyah berkata, “Sungguh telah terkumpul pada diri Al-Auza’i sosok seorang ahli ibadah, ulama yang alim dan orang yang jujur.” Imam Malik berkata, “Al-Auza’i adalah seorang imam yang diikuti”. Ibnul Mubarok berkata, “Kalau saya disuruh memilih pemimpin untuk umat ini, maka saya akan memilih Sufyan ats-Tsauri dan al-Auza’i. Dan jika disuruh memilih di antara keduanya, maka saya akan memilih al-Auza’i karena dia lebih lembut.” Hal seperti ini juga dikatakan Abu Usamah.  Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Manusia pada zaman itu merujuk kepada empat orang: Hammad bin Zaid di Bashrah, Sufyan ats-Tsauri di Kufah, Imam Malik di Hijaz dan Al-Auza’i di Syam. Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, pendiri madzhab Syafi’i, mengatakan, “Saya tidak pernah melihat seorang laki-laki yang ilmu fiqihnya seluas ilmu haditsnya seperti Al-Auza’i.”
      Demikianlah, tak hanya dikenal sebagai ulama yang alim, Imam Abdurrahman Al-Auza’i juga termasyhur dengan keshalihan dan ketaqwaannya. Perihal ketaqwaan Al-Auza’i, sebagian penduduk kota Beirut menceritakan, suatu hari ibunya memasuki rumah sang imam dan memasuki kamar shalatnya. Sang ibu mendapati tempat shalat Imam Al-Auz’ai basah karena sisa air mata tangisan malam harinya.
      Ketika berita keluasan ilmunya tersebar, para penuntut ilmu pun berduyun-duyun datang dan belajar kepada Imam Al-Auza’i. Di antara mereka tercatat Syu’bah, Sufyan Ats-Tsauri, Yunus bin Yazid, Malik, Ibnul Mubarok, Abu Ishaq Al-Fazari, Yahya Al-Qadhi, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Katsir, Muhammad bin Syu’aib dan masih banyak lagi.

6.   SEBAGIAN FATWA IMAM AUZA’IE
 Beberapa fatwa Imam Al-Auza’i adalah sebagai berikut :
ð                                Apabila air –baik sedikit maupun banyak– terkena sesuatu yang mengandung najis lalu air itu tidak berubah warna, rasa maupun baunya, maka ia tidak najis. Dasar pendapat ini adalah hadits tentang badui yang kencing di masjid yang belakangan diriwayatkan oleh jamaah kecuali Imam Muslim dan hadits tentang kesucian air sumur yang belakangan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Asy-Syafi’i)
ð     Fatwa lainnya, apabila bagian bawah sepatu terkena najis, lalu digosok-gosokkan ke tanah hingga najisnya hilang, maka sepatu itu telah suci dan seseorang boleh melaksanakan sambil mengenakan sepatu itu. Dasar fatwa ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri, bahwasannya Nabi SAW bersabda, “Apabila seseorang diantara kalian datang ke masjid, maka hendaklah ia membalikkan alas kakinya. Jika ia melihat ada najis, hendaklah ia mengusap-usapkan ke tanah kemudian melaksanakan shalat sambil mengenakannya.”

7.   NASIHAT-NASIHAT IMAM AL-AUZA'IE
Ada beberapa nasihat  yang pernah disampaikan Imam Al-Auza’ie, antaranya ialah beliau pernah mengatakan kepada Walid bin Mazid,
“Apabila Allah menghendaki keburukkan untuk sesuatu , Allah membuka satu pintu suka berdebat dan Allah sulitkan mereka untuk beramal.”
Beliau juga menjelaskan akidah Ahli Sunnah. Sebagaimana yang diceritakan oleh Muhammad bin Katsir Al-Mashishi bahawa mendengar Al-Auza’ie mengatakan,
“Kami para tabi’in semuanya berpendapat bahawa Allah berada di atas Arsy, dan kami beriman terhadap semua keterangan tentang Allah yang terdapat dalam sunnah.”
Beliau menasihatkan agar manusia sentiasa berpegang dengan sabda Nabi SAW. Sebagaimana diriwayatkan Amir bin Yasaf bahawa beliau mendengar Al-Auza’ie mengatakan,
“Apabila kamu mendengar hadis dari Nabi SAW, janganlah kamu mengambil pendapat orang lain, kerana beliau adalah mubaligh iaitu peyampai berita dari Allah.”
Beliau juga menasihatkan :
“Tidaklah seseorang berbuat bida’ah kecuali pasti akan dicabut sifat waraknya.”
Dari Abu Ishaq Al-Fazari, bahwa Al-Auza’ie mensihatkan,
“Ada lima hal yang dipegangi para sahabat dan tabi’in, berpegang teguh dengan pemerintah, mengikuti sunnah, memakmurkan masjid, solat berjemaah, membaca Al-Quran dan berijtihad.”
Ibnu Syabur mengatakan bahawa Imam Al-Auza’ie pernah menasihatkan ;
“Barang siapa  mencari pendapat yang aneh yang menyimpang dari para ulama’ niscaya dia akan keluar daripada islam.”
Walid bin Mazid menceritakan bahawa Al-Auza’ie mengatakan,
“Celakalah orang yang mendalami ilmu untuk masalah selain ibadah dan orang yang berusaha menghalalkan hal yang haram dengan syubhat”
Beliau juga pernah berpesan dengan satu perkataan yang indah dan cukup terkenal. Sebagaimana diriwayatkan oleh Walid bin Mazid, beliau mendengar Imam Al-Auza’ie  mengatakan,
عَلَيْكَ بِاثَارِ مَنْ سَلَفَ وإِنْ رَفَضَكَ الناسُ
وَإِياكَ وَرَأْيَ الرجَالِ وَإِنْ زَخْرَفُوْهُ بالْقَوْلِ
 فَإِن الْأَمْرَ يَنْجَلِي وَأَنْتَ عَلَى طَرِيْقٍ مُسْتَقِيْمٍ
  “Berpegang teguhlah dengan atsar (riwayat) para ulama salaf, meskipun masyarakat menolakmu. Jangan mengikuti pemikiran manusia, meskipun mereka menghiasi ucapannya. Sesungguhnya, semua perkara akan nampak dalam keadaan engkau berada di jalan yang lurus.”

8.   PUNAHNYA MADZHAB AUZA’IE
      Sayangnya, di pertengahan abad ke-3, madzhab ini perlahan mulai hilang dan ditinggalkan serta tidak ada lagi yang mengamalkan. Salah satu penyebabnya adalah masuknya madzhab Imam al-Syafi’i di awal abad ke-3 ke Syam, yang akhirnya menggerus madzhab al-Auza’ie. Kalau di Andalus, madzhab initergerus oleh eksistensinya madzhab al-Malikiyah di pertengahan abad ke-3 tersebut.
     Tapi kalau diteliti lebih dalam, punahnya madzhab ini bukan hanya karena adanya madzhab baru yang datang, tapi kerena memang tidak adanya budaya pelestarian ilmu dengan tulisan yang dilakukan oleh para murid dan pengikut Imam al-Auza’ie. Mereka hanya mengamalkan tanpa mengabadikan. Akhirnya kita sulit untuk melihat fiqih dan corak ushul madzhab al-Auza’ie serta fatwa-fatwa beliau. Tapi kita akan masih mendapati beberapa pendapat fiqih beliau di beberapa kitab fiqih Muqaranah Madzhab seperti Kitab Bidayatul-Mujtahid karangan Imam Ibnu Rusyd, atau juga kitab al-Majmu’ karangan Imam al-Nawawi, serta kitab Bada’i al-Shana’ie karangan Imam al-Kasani dari kalangan al-Hanafiyah.   
9.   WAFATNYA IMAM AUZA’IE
      Selain fatwa-fatwa fiqih, Imam Al-Auza’i yang juga terkenal sebagai ahli sastra juga sering menyampaikan nasehat-nasehatnya dalam bahasa yang indah. Diantara nasehatnya adalah, “Barangsiapa yang lebih banyak mengingat kematian maka kehidupan cukup mudah baginya (mencari bekal dengan beramal shalih). Dan barangsiapa berucap dengan ilmunya maka dia akan sedikit bicara.” Al-Auza’i juga berkata, “Barangsiapa yang lama dalam shalat malam, maka Allah akan memudahkan urusannya dan menaunginya pada hari kiamat”. Al-Walid bin Mazid mendengar Al-Auza’i berkata, “Apabila Allah menghendaki suatu kaum kejelekan, maka Allah akan membukakan baginya pintu berdebat dan enggan untuk beramal.” Dan juga berkata, “Sesungguhnya orang Mu’min itu sedikit bicara banyak beramal dan orang munafiq itu banyak bicara dan sedikit beramal.”
     Penguasa Dinasti Abbasiyah, Abu Ja’far Al-Manshur meminta Al-Auza’i menuliskan nasehat untuknya. Maka sang imam pun menulis, “Amma ba’du, wajib atasmu untuk bertaqwa kepada Allah. Rendah hatilah maka Allah akan mengangkatmu pada hari ketika Allah merendahkan orang-orang yang sombong di dunia…”Tak hanya termasyhur di kalangan fuqaha, Imam Al-Auza’i yang sangat shalih dan wara’ itu juga terkenal di kalangan ahli ma’rifat. Ketika ia wafat, misalnya, Muhammad bin Ubaid sedang bersama Sufyan ats-Tsauri ketika datang seorang laki-laki, dia berkata, “Saya bermimpi raihanah (tumbuhan berbau harum) yang berasal dari daerah Maghrib diangkat.” Mendengar hal itu Sufyan Ats-Tsauri menimpali, “Jika mimpimu benar, sungguh Al-Auza’i telah wafat.” Mereka lalu menulis surat untuk menanyakan hal itu, dan ternyata memang benar demikian.
       Ada beberapa versi tentang penyebab kematiannya. Yang paling populer adalah setelah selesai mengecat sesuatu, Imam Al-Auza’i masuk kamar mandi yang ada di rumahnya. Kemudian istrinya masuk membawa tabung yang berisi arang dan menyalakannya agar sang suami tidak kedinginan di dalamnya. Setelah itu sang istri keluar dan menutup pintu kamar mandi tersebut.

Ketika asap arang itu menyebar, Imam Al-Auza’i pun menjadi lemas. Ia berusaha membuka pintu, tetapi tidak berhasil dan terjatuh. “Kami menemukannya dalam keadaan tangan menghitam dan menghadap ke arah kiblat,” kata salah seorang saksi. Sebagaimana para sufi dan ulama salaf lain yang hidupnya sangat bersahaja, Imam Abdurrahman Al-Auza’i pun tidak meninggalkan harta warisan kecuali uang sebanyak 6 dinar. Sang Imam wafat pada bulan Shafar 157 H. Ada juga sebagian kecil ulama yang mengatakan pada tahun 153 H.



RUMUS DAN METODE PENGHITUNGAN HARTA WARIS

  

Asal Masalah`
        Sebelum kita menuju kepada pembahasan dalam bab faraidl , maka perlu   kita ketahui terlebih dahulu cara menghasilkan asal masalah    , supaya kita cepat dapat mengetahui cara mengitung dengan sempurna .
       Asal  masalah adalah bilangan yang keluar dari mahraj bagian pasti  atau perbandingan dari dua bahkan juga bisa  lebih dari mahraj bagian pasti ketika ahli waris memiliki bagian pasti   . asal masalah juga dapat berasal dari jumlah perkepala ahli waris jika semua ahli waris adalah waris ashobah .
       Apa itu mahraj dari bagian pasti ? kalau kita membicarakan mahraj bagian pasti maka kita perlu mengingat lagi pelajaran matematika dikala masih di SD . Dalam ilmu  matematika  dikenal istilah pembilang dan penyebut pada bilangan pecahan .  Penyebut adalah bilangan yang dibagi sedangkan penyebut adalah bilangan pembagi .  


Pembilang
Penyebut 
  
     Dari situ maka dapat kita ketahui bahwa mahraj bagian pasti dalam ilmu faraidl adalah : 2, 3, 4 , 6, 8 yang semua berasal dari penyebut bilangan : ½ , 1/3, ¼ ,1/6 ,1/8 .


Perbandingan Penghasil Asal Masalah
     Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa asal masalah dapat berasal dari satu pembilang dari bagian pasti atau lebih . Jika jumlah pembilang hanya satu maka masalahnya beres dalam arti bilangan tersebut yang digunakan sebagai asal masalah namun jika jumlah pembilangnya lebih dari satu maka kita perlu mengetahui perbandingan-perbandingan yang menghasilkan asal masalah sebagai berikut :

Perbadingan Mumatsalah
Adalah dua penyebut atau lebih yang sama seperti 2 dengan 2 , 4 dengan 4 dan 6 dengan 6 . untuk bilangan yang dijadikan asal masalah adalah salah satunya saja.

Perbandingan Mudakholah
yakni perbandingan dua penyebut yang berbeda namun angka terkecil dari penyebut tersebut dapat menghabiskan angka terbesar dalam arti angka yang paling besar dapat habis dikurangi oleh bilangan terkecil dengan satu kali pengurangan atau lebih . seperti  penyebut 6 dan 3 . untuk yang dijadikan asalah masalah adalah bilangan yang dikurangi alias yang paling besar.

Perbandingan Mubayanah
adalah perbandingan dua penyebut yang berbeda namun bilangan yang terkecil tidak menghabiskan bilangan yang besar dan tidak ada bilangan ketiga yang dapat menghabiskan dua penyebut tersebut .  untuk yang dijadikan asal masalah adalah hasil dari perkalian dua penyebut tersebut . misal peneybut 2 dan 3  maka asal masalahnya adalah 6 .

Perbandingan Muwafaqoh
      Adalah perbandingan dua penyebut yang berbeda, bilangan yang kecil tidak bisa menghabiskan bilangan yang besar namun ada bilangan ketiga yang dapat menghabiskan keduanya . hasil dari pembagian dari bilangan ketiga disebut dengan wifiq . Untuk yang dijadikan asal masalah dari dua pembilang tersebut adalah dengan mengalikan salah satu wifiq dengan salah satu pembilang .
       Untuk menghasilkan wifiq maka harus faham terhadap bilangan yang ketiga . bilangan ketiga adalah bilangan yang bukan salah dari makhraj bagian pasti tetapi bilangan ketiga hanyalah bilangan yang digunakan sebagai pembantu untuk dapat menghabiskan dua penyebut yang kita bandingkan . artinya dua bilangan penyebut tersebut dapat habis terbagi  dengan tanpa sisa oleh bilangan ketiga tersebut . hasil dari pembagian bilangan ketiga inilah yang disebut wifiq . Misal ; Bilangan 8 yang dibandingkan dengan 6 , maka bilangan yang ketiga yang dapat membagi habis dua bilangan tersebut adalah bilangan 2 , kemudian 8 ; 2 = 4 ( wifiq ) 6 ;2 = 3( wifiq) , bilangan yang dijadikan asal masalah = 4 ( wifiq ) x 6 ( pembilang )  = 24 ( asalah masalah ) atau 3 ( wifiq ) x 8 ( pembilang ) = 24 ( asal masalah )
       Jika bilangan ketiga yang digunakan untuk membagi lebih dari satu seperti perbandingan dari 12 dan 6 yang dapat dibagi habis oleh 2 dan 4 maka yang digunakan adalah bilangan yang besar yakni 4 .


Cara Menghasilkan Asal Masalah

    seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa asal masalah berjumlah tujuh . kelima dari tujuh tersebut yakni asal masalah   2,3,4,6,8  dapat berasal dari satu makhraj bagian pasti atau lebih dengan menggunakan perbandingan mumastalah , mudakhalah ataupun mubayanah.
        Sedangkan asalah masalah 12 dan 24 hanya keluar dari dua perbandingan makhraj bagian pasti dengan 4 perbandingan yang telah dijelaskan diatas.
       Asal  masalah diambil dari makhraj atau pembilangan bagian pasti jika orang yang memiliki bagian pasti hanya satu , namun bila orang yang memiliki bagian pasti ada dua maka asal masalah diambil dari hasil perbandingan dua makhraj atau pembilangan bagian pasti dua orang tersebut. lain halnya lagi jika orang yang memiliki bagian pasti lebih dari dua maka harus membandingkan satu makhraj dengan yang lain kemudian hasilnya dibandingkan lagi dengan makhraj bagian pasti yang lain dan seterusnya  hingga hasil dari perbandingan bagian yang terakhirlah yang dijadikan asal masalah .

Perhatikan contoh berikut :

12 +1 =
13
Suami
¼
3
3
2 Sdr.wanita seayah seibu
2/3
8
8
Ibu
1/6
2
2
Sdr.lelaki seayah
Ashobah
Gugur
Gugur

 jika semua hali waris adalah waris ashobah 9 tidak memiliki bagian pasti ) maka yang dijadikan asal masalah adalah jumlah kepala ahli waris . untuk ahli waris ashobah lelaki  sama dengan 2 bagian 1 wanita .

4

Anak lelaki

Ashobah
2
Anak wanita
1
Anak wanita
1


5

Sdr.Lelaki seayah ibu

Ashobah

5
2
Sdr.Lelaki seayah ibu
2
Sdr.Wanita seyah ibu
1

      Jika sumlah bagian lebih dari asal masalah maka dinamakan dengan masalah aul hingga perlu penambahan asal masalah sejumlah nilai yang mencukupi pada bagian yang ada . Misal seperti contoh diatas :

12+1 =
13

Suami
¼
3
3
2 Sdr.wanita seayah seibu
2/3
8
8
Ibu
1/6
2
2

      Asal masalahnya 12 sedangkan jumlah total bagiannya adalah 13 ( 3+8+2 ) maka perlu penambahan 1 poin agar genap angka 13, begitu seterunya .
      Jika jumlah bagian lebih sedikit dibanding asal masalah maka dinamakan dengan masalah rod yang akan dijelaskan nanti dibabnya In syaa Allah .

Cara menggenapkan masalah yang pecah

         Ahli waris terkadang berasal dari golongan yang isinya lebih dari satu . Para ahli waris yang berasal dari satu golongan tersebut adakalanya mendapatkan bagian yang genap tanpa pecah , namun ada pula yang mendapat pecah hingga perlu untuk mengenapkannya .
      Jika bagian golongan tersebut bisa dibagi pada setiap individu  dengan genap maka tidak perlu melakukan garapan apapun lagi . Misal ;


12

Suami
¼
3
Ibu
1/6
2
7 anak lelaki
Sisa
7  ( 7 :7 =1  Maka  setiap anak 1 bagian  )

      Apabila bagian golongan tersebut tidak bisa dibagi pada setiap individu kecuali mendapat bagian  pecah maka  kasus tersebut perlu pekerjaan lagi guna menggenapkannya dengan perincian cara sebagai berikut :
            Jika bagian yang pecah tersebut berasal dari satu golongan saja maka harus membandingkan jumlah kepala pada bagian yang didapat oleh golongan tersebut dengan perbandingan muwafaqoh  dan mubayanah saja. apabila kasusnya adalah perbandingan mubayanah maka jumlah kepala dikalikan dengan pada asal masalah beserta aulnya bila ada, dan jika kasusnya adalah perbandingan muwafaqoh maka wifiq jumlah kepala dikalikan dengan asal masalah beserta aulnya bila ada.

Perhatikan contoh berikut :

 Contoh 01 : kasus perbandingan mubayanah

6 +2 =
8 x 3 =
24
Suami
½
3
3
9
Ibu
1/6
1
1
3
3 sdr. wanita seayah ibu
2/3
4
4
12

       Bagian 3 saudara wanita adalah 4 maka 3 bila dibandingkan 4 adalah perbandingan mubayanah hingga tinggal dikalikan saja 4 x 3  =12 .

Contoh 02 : perbandingan muwafaqoh


6 +2 =
8 x2 =
16
Suami
½
3
3
6
Ibu
1/6
1
1
2
8 Sdr. wanita seayah  
2/3
4

4
8

       Bagian 8 saudara wanita adalah 4 , maka 8 dibandingg  4 adalah perbandingan muwafaqoh ( sebenarnya ini adalah perbandingan mudakholah namun dalam bab ini perbandingan mudakholah dimasukkan kedalam perbadingan muwafaqoh ) dan wifiq dari jumlah kepala   adalah 2 .
         Jika bagian yang pecah tersebut berasal dari dua golongan atau lebih maka harus  setiap kepala dari setiap golongan dibandingkan dengan bagiannya dengan perbandingan muwafaqoh dan mubayanah . setelah itu , langkah selanjutnya adalah :
bila perbadingan tersebut adalah perbandingan mubayanah maka jumlah kepala dijadikan bilangan yang disimpan ( mahfudz ) ,
       Bila perbandingannya adalah muwafaqoh maka wifiq dari jumlah kepala dijadikan bilangan yang disimpan ( mahfudz )
kemudian bandingkanlah satu mahfudz dengan mahfudz yang lain dengan menggunakan 4 perbandingan ,
hasil dari perbandingan mahfudz tersebut dikalikan dengan asal masalah  beserta aulnya jika ada,
         Jika bilangan yang pecah berasal dari golongan yang banyak maka hasil dari perbandingan dua mahfudz dibandingkan lagi dengan mahfudz lainnya , begipula seterusnya sampai mahfudz yang terakhir , kemudian hasil akhirnya dikalikan dengan asal masalah  beserta aulnya jika ada .

Perhatikan contoh berikut :


12 x 12  =
144
4 istri
¼
3
36
8 nenek
1/6
2
24
12 sdr.wanita seibu
1/3
4
38
4 paman seayah ibu
Ashobah
3
36

ket : Berikut langkah-langkahnya
Bandingkan jumlah kepala dengan bagian pasti  
4  banding 3 = 4 (  Mubayanah,  yang disimpan adalah jumlah kepala  .)
8 banding 2  =  4 (  Muwafaqoh , wifiq dari kepala  8 adalah 4 )
12 banding 4 =  3 ( Muwafaqoh , wifiq dari kepala 12 adalah 3 )
4 banding 3  = 4 ( mubayanah )

Bandingkan mahfudznya  dengan 4 perbandingan :;

4 ; 4 = 4 ( hasil 4 ini bandingkan dengan makhfudz selanjutnya yakni 3 )
4;3 = 12 9 sama caranya )
12 ;4 = 12 ( hasil terakhir ini yang dijadikan pengalian asal masalah )


UNTUK METODE SALANJUTNYA ,,,TUNGGU POSTINGAN  ANE YANG TERBARU ,,,,