MUQODIMMAH
Sebelum biografi 20 ulama jomblo ini
kami sajikan , alangkah baiknya jika
kita tahu penyebab kenapa 20 ulama’
tersebut tidak menikah , padahal mereka juga tahu tentang hukum menikah , keutamaannya , dan
bahayanya tidak menikah . Apalagi jika dilihat dari sisi syariat , tidak lah
ada nash yang shahih yang memerintahkan untuk tidak menikah. Lantas apa
yang mendorong mereka tidak mau menikah ? Padahal mereka juga tidak bodoh
tentang hukum pernikahan dan keutamaannya bahkan meraka juga telah menetapkan
hukum-hukum tersebut dalam kitab-kitab karyanya .
Jawabnya simpel saja, ini adalah jalan
hidup pribadi yang mereka pilih
sendiri. Mereka telah menimbang diantara
keutamaan menikah dan keutamaan ilmu yang sedang digelutinya. Walhasil, mereka
lebih mengunggulkan ilmu dari pada
menikah . Namun walaupun begitu , mereka juga tidak mengajak orang lain untuk
mengikuti jalannya untuk tidak menikah , tidak berkata pada orang lain “ Mementingkan ilmu lebih baik dari pada
menikah” dan juga tidak berkata “ Apa
yang kami jalani lebih baik dari pada kalian semua “.
Mereka tidak menikah juga bukan sebab
mengikuti pendapat sebagian hukama’ dan falasifah yang mengatakan bahwa membuat anak adalah
kejahatan padanya !!! . Ibnu Khalkan dalam kitab Wafayatul A’yan
juz 1 hal 34 saat menuturkan biografi abie ‘ala’ al-ma’arrie ( ahmad bin
abdilah ) seorang penyair ,dan filosofi yang masyhur berkata “ telah sampai
padaku berita bahwa ia berwashiat untuk menulis diatas kuburnya bait ini “
هَذَا جَنَاهُ
أَبِي عَلَيَّ وَمَا جَنَيْتُ عَلَي
أَحَدٍ
Ini ( aku
yang dikubur ) adalah hasil kejahatan
ayahku padaku dan aku tidak berbuat jahat pada siapapun
Bait
ini berhubungan
dengan keyakinan para Hukama’ Filosofi yang mengatakan bahwa mewujudkan
anak dengan melahirkannya didunia adalah kejahatan padanya.
Dari semua itu , maka mereka sebagian ulama
yang memilih untuk menjomblo adalah pilihan mereka sendiri , tidak mengekor
pada siapapun . Allah telah menjaga mereka dengan ketaqwaan, iman dan ilmu dari
bahayanya menyendiri dan menjomblo.
Tindakan mereka semata-mata hanya karena
kecintaan mereka terhadap ilmu hingga ilmu tersebut seperti halnya ruh dalam
jasad, seperti air bagi tumbuh-tumbuhan dan seperti udara bagi kehidupan manusia ,
hingga ilmu tersebut seperti halnya makanan pokok dan obat bagi mereka. Mereka
menilai bahwa menikah dapat menghalangi untuk dapat menghasilkan ilmu , maka mereka memilih ilmu yang lebih
bermanfaat bagi umat dibanding sekedar manfaat pribadi .
Diriwayatkan dari imam Hakim bahwa Rasul
SAW pernah bersabda yang artinya “ Sesungguhnya seorang anak adalah (
penyebab ) menjadi bahil, penakut , bodoh dan sedih “
Imam Zamkhsari dalam “Faiq”
mentafsiri hadist tersebut bahwa maksud dari penyebab bakhil adalah Anak
menyebabkan seorang ayah menjadi bakhil sebab menjaga hartanya untuk anaknya
, maksud bodoh
adalah Bahwa anak menjadi penghalang
mencari ilmu , maksud takut adalah bahwa anak membuat takut
dirinya dibunuh maka anak akan menyia-nyiakan dirinya setelahnya , maksud
dari sedih adalah “ Anak membuat sedih seorang ayah”
Sayyidina Umar berkata :
“ تَفَقَّهُوا قَبْلَ تُسَوِّدُوا “
"Belajarlah fiqih sebelum menikah"
Imam Zabidi mengatakan : Imam Syamir berkata “ Makna hadist diatas
adalah “ Belajarlah fiqih sebelum menikah sebab kalian smua akan
menjadi kepala keluarga hingga kalian akan tersibukkan dengan urusan keluarga
hingga meninggalkan mencari ilmu
" .
Mayoritas ulama mengatakan bahwa تسودوا bukanlah bermakna
menikah namun berarti pemimpin , seperti maqolah Abu Ubaid dalam kitab "Gharibul hadist “ Belajarlah ilmu mulai
kecil sebelum kalian menjadi pemimpin ,
jika kalian belajar sebelum hal itu maka
kalian akan malu untuk beljar setelah kalian tua . Namun walaupun begitu , tafsir dari imam Syamir juga tidak diragukan
maknanya sebab menikah sebelum belajar pasti dapat mengganggu aktifitas belajar
.
Al-Hafidz Al-Khathib Al-Baghdadaie dalam
kitabnya Al-Jami’ Li Akhlaqir Rawi Wa Adabus Sami’ berkata “ Disunahkan
bagi seorang yang mencari ilmu untuk tidak menikah terlebih dahulu sebisa mungkin
, agar ilmu tersebut tidak kandas sebab urusan pernikahan dan mencari
nafkah hingga meninggalkan mencari ilmu.
Imam Ats-Tsaurie berkata “
مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدْ رَكِبَ الْبَحْرَ فَإِنْ وَلَدَ لَهُ
وَلَدٌ فَقَدْ كُسِرَ بِهِ الْمَرْكَبُ
“Barang siapa menikah maka sungguh ia telah menaiki perahu ,
jika ia punya anak maka perahu tersebut pecah sebab anak tersebut “
Maka yang lebih baik adalah meninggalkan
menikah bagi yang tidak membutuhkannya atau mampu untuk meninggalkannya ,
apalagi bagi seorang yang sedang menuntut ilmu yang perlu berfikir dan
meluangkan banyak waktu.
“
Saya memilih bagi seorang pelajar pemula untuk meninggalkan menikah sebisa
mungkin , sebab imam Ahmad tidaklah menikah sampai ia sempurna mencari ilmu
dalam waktu 40 tahun dan ini semua sebab
untuk meraih ilmu “ Tutur Imam Ibnul Jauzie dalam kitabnya Al’ujab
Shaidul Khathir .
Siapapun
tidak akan memungkiri bahwa semakin banyak kesibukan maka akan semakin kecil
kemungkinan untuk untuk mencari ilmu .
Kesibukan mengurus keluarga, istri dan anak adalah perihal yang paling kuat dalam
mengganggu aktifitas mencari ilmu sampai imam Bisyr Al-Hafie berkata
ضَاعَ الْعِلْمُ فِي أَفْخَاذِ النِّسَاءِ
"Ilmu akan
tersia-sia sebab paha-paha wanita"
Sebagian
ulama lain meriwayatkan dengan lafadz “
ذُبِحَ الْعِلْمُ بَيْنَ أَفْخَاذِ النِّسَاءِ
“Ilmu akan tersembelih ( mati ) diantara paha wanita”
Kalimat tersebut memberi isyarat bahwa
sebagian besar ulama terhenti dalam aktifitas keilmuanya sebab urusan keluarga,
istri dan anak hingga ilmu yang ada padanya tersimpan dan sia-sia.
Tidak diragukan lagi bahwa pernikahan adalah pengikat yang kuat dan berat yang menyebabkan
hilangnya waktu yang banyak dalam mencari
dan menyebarkan ilmu atau bahkan
untuk selamanya seperti yang telah maklum adanya bagi setiap orang yang menikah
dan memilik ilmu .
Sebagian hikayat yang memperkuat bahwa
pernikahan adalah pengikat yang sangat dahsat adalah hikayat dari imam Taqiyudiin
As-Subki saat menceritakan biografi Ma’mar bin Rasyid Al-Basyrie dalam kitabnya
Tartibu Stiqohl ‘Ujlie . Beliau
berkata “ Ma’mar adalah ulama besar yang menyebarkan ilmu hadist dari satu
daerah kedaerah yang lain. Sesampainya dikota Yaman , penduduk kota tersebut
merasa senang jika ia tinggal disitu seterusnya agar mereka dapat belajar dan
memperoleh ilmu dan keutamaannya.
Akhirnya , mereka mencari pengikat yang mencegahnya pergi dari kota
tersebut. Pengikat tersebut adalah menikahkan dengan wanita dari mereka , maka
wanita tersebut menjadi pengikat yang mencegahnya untuk kembali meneruskan dakwahnya keberbagai
plosok daerah dan mencegahnya kembali kedaerah semula. Setelah menikah , ia
menetap dikota tersebut sampai akhir hayatnya.
Tak berbeda dengan ulama lain , imam Ghazali
dalam Ihya Ulumiddin juga berkomentar tentang pilihan untuk menikah atau tidak . Dalam
kitab tersebut , beliau menyampaikan ayat-ayat , hadist dan atsar yang memberikan anjuran dan dorongan
agar menikah . Selain itu juga , beliau menyampaikan faidah pernikahan dan
bahaya nya menikah . Setidaknya ada tiga bahaya dalam pernikahan yang beliau
sampaikan :
·
Tidak mampu
menghasilkan nafaqoh yang halal
·
Tidak mampu
menunaikan kewajiban seorang suami , tidak mampu bersabar atas akhlah istrinya dan
tidak mampu menahan penderitaan atas hinaan istrinya.
·
Istri dan
anak dapat menyibukkan berdzikir pada Allah dan lebih memprioritaskan mencari
dunia dan nafaqoh untuk anak-anaknya .
Dari pernikahan akan menimbulkan
berbagai macam kesibukan yang sejenis dari tiga diatas , hingga hati seseorang
hanya akan tersibukkan siang dan malam dengan urusan keluarga , ia tidak akan
sempat berfikir tentang urusan akhiratnya . Oleh karenanya imam ibrahim bin Adhan
berkata “ Barang siapa membiasakan berada pada paha wanita maka ia tidak
akan memperoleh apapun” Sulaiman
Ad-Daranie juga berkata “ Siapa saja yang menikah maka ia telah condong
kepada dunia “
Imam ghazalie meneruskan “ Dalam pernikahan
terdapat manfaat dan bahaya maka mana yang lebih baik antar menikah dan
menyendiri hukumnya sama bagi siapapun, perlu meninjau hal sebagai berikut :
ð Jika dalam diri seseorang tidak terdapat bahaya dalam menikah dan
malah bermanfaat , seperti dirinya memiliki harta dan penghasilan yang halal ,
berbudi pakerti baik , sungguh-sungguh dalam menjalankan syariat
agama dalam arti pernikahan tidak memalingkan dari dzikir pada Allah dan ia adalah
seorang pemuda yang butuh menikah agar syahwatnya tenang maka menikah jelas lebih baik baginya.
ð Jika pernikahan tidak ada faidahnya dan justru malah berbahaya
maka menjomblo lebih baik baginya .
ð Jika dua hal tersebut ada, yakni bermanfaat juga terdapat bahaya
maka sebaiknya memilih hal yang lebih bermanfaat bagi agamnya.
Apa yang telah dijelaskan imam Ghazali diatas
kiranya sudah cukup dalam memberikan alasan kenapa mereka sebagian ulama lebih
memilih membujang . Namun untuk lebih jelas lagi , kami sedikit tambahkan keterangan
dari imam Abu Ishaq As-Syatibie dalam kitab I’tisham . Beliau berkata “ firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوا لاَ تُحَرِّمُوا طَيِّبَات
مَا أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ
"Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian semua mengharamkan apa yang telah
dihalalkan Allah pada kalian semua”
Ayat
diatas terkait dengan beberapa hal :
ð Mengharamkan apa yang telah dihalalkan dapat diaplikasikan dalam :
·
Mengharamkan
secara Hakikatnya
Ini terjadi pada orang-orang kafir seperti mengharamkan
Bahirah ( unta yang susunya dipersembahkan untuk berhalanya ) dan lain
sebagainya.
·
Hanya murni
meninggalkan , bukan karena ada tujuan bahkan karena ada beberapa faktor
seperti :
ü
Hati secara tabiat
tidak menyukainya ,
ü
Tidak membencinya untuk selamanya sampai suatu
saat dipergunakan,
ü
Sebab tidak
menemukan uang untuk mendapatkannya ,
ü Sebab tersibukkan dengan
hal yang lebih penting.
Sebagian dari hal itu adalah
meninggalkannya nabi SAW memakan hewan Dlab ( Biawak ) . Hal ini tidak
dinamakan mengharamkan sebab mengharamkan selalu ada tujuan untuk itu, dan
permasalah ini tidaklah semacam diatas.
Imam Syatibie melanjutkan “ Seseorang yang
tertimpa bahaya disuatu waktu dapat mencari solusi dengan mencegah hal itu
tanpa mengharamkan. Meninggalkan sebuah perkara tidak mesti mengharamkan . Berapa
banyak lelaki yang meninggalkan makanan model khusus, atau meninggalkan menikah
sebab diwaktu itu ia tidak berhasrat , atau karena alasan lain. Nabi saw tidak
mau meninggalkan memakan biawak bukan berarti menyebabkan keharaman biawak
tersebut.
Walhasil, ulama- ulama yang akan
kami sebutkan biografinya adalah ulama-ulama yang lebih memilih ilmu dari pada
menikah , bukan mengharamkan yang telah halal namun sebab mengedepankan
kepentingan agama dan umat dalam ilmu pengetahuan. Semoga biografi ulama –
ulama yang akan kami paparkan menjadi contoh bagi pelajar masa kini untuk lebih
mengedepankan dalam pencarian ilmu dari pada menikah terlebih dahulu.