Saturday 3 December 2016

MEMAHAMI FATHAL MUIN LEWAT NAHWU BAG.1




   Untuk memahami isi dari sebuah kitab dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah   melalui kaidah nahwu , sharaf dan balaghahnya sebab setiap karya tulis  pastilah memakai kaidah gramatika arabiyyah,  yang tentunya penggunaan kaidah tersebut memiliki makna tertentu.
      Pemahaman melalui jalur ini sangatlah penting , sebab jika saja pembaca kurang bisa menguasai kaidah gramatika arabiyyah atau faham namun kurang teliti maka yang terjadi adalah salah pemahaman hingga maksud penulis tidak akan sesuai dengan apa yang di inginkan.
     Kitab fathal muin hampir sama dengan kitab yang lain, namun dalam kitab ini terdapat sedikit kesukaran dalam memahami isinya. Hal itu terjadi sebab seingkali pengarang dalam menyambung satu rangkaian lafadz dengan yang lain terpisah  terlalu jauh hingga terkadang pembaca akan kesulitan dan terkecoh.  
    Untuk membantu para pembaca dalam memahami kitab ini, berikut kami ringkas beberapa kadiah penting  yang sering disampaikan para penjelas ( syareh ) kitab fathal muin dalam sub poin setelah ini .

2.       APLIKASI NAHWU
      Berikut ringkasan kaidah penting yang diambil dari kitab penjelas ( syarah) fathal muin  yang harus diketahui para pembaca :

1      )    Pengathafan
      Secara umum , pengathafan terbagi menjadi beberapa bagian ;
o   Athaf Lazim Malzum  dan sebaliknya ,
o   Athaf ‘Am ‘Ala khas dan sebaliknya,
o   Athaf Mughayarah  ,
o   Athaf Tafsir
o   Athaf Mufradat  dan  Jumlah  
o   Athaf Musabab ‘Ala Sababihi.

a)    Athaf Lazim ‘Ala Malzum dan sebaliknya
     Athaf lazim ‘ala malzum artinya pengathafan sebuah lafadz terhadap lafadz lain yang memiliki makna yang menjadi kelazimannya. Sedangkan Athaf malzum ‘ala lazim adalah sebaiknya. Perhatikan contoh-contoh yang tersebut dalam kitab fathal muin berikut :

@   Contoh 01

فَقَوْلُ جَمْعٍ اِنْتِفَاءُ الْفَضِيْلَةِ يَلْزَمُهُ الْخُرُوْجُ عَنِ الْمُتَابِعَةِ
 حَتَى يَصِيْرُ كَالْمُنْفَرِدِ وَلاَ تَصِحُّ لَهُ الْجُمْعَةُ وَهْمٌ 

Artinya : Ungkapan segolongan ulama “ Hilangnya fadilah jama’ah itu mengharuskan baginya keluar dari status makmum hingga ia seperti halnya seorang yang sholat sendiri dan sholat jum’adnya tidaklah sah “ adalah sebuah praduga saja .

      Perhatikan lafadz وَلاَ تَصِحُّ لَهُ الْجُمْعَةُ , pengathafan lafadz ini dengan lafadz sebelumnya dinamakan dengan athaf lazim ‘ala malzum sebab jama’ah adalah syarat dari sholat jum’ad maka sudah menjadi kelazimannya  jika ia dianggap seperti halnya seorang yang sholat sendiri sholat jum’adnya dianggap batal karena tidak terpenuhinya syarat sholat jum’ad tersebut.

@  Contoh 02

)وَلَا يُبَاعُ مَوْقُوْفٌ وَإِنْ خَرَبَ) فَلَوِ انْهَدَمَ مَسْجِدٌ وَتَعَذَّرَتْ إِعَادَتُهُ لَمْ يُبَعْ وَلاَ يَعُوْدُ مِلْكًا بِحَالٍ

Artinya : Barang wakaf tidaklah boleh dijual walaupun telah rusak. Jikalau masjid telah roboh dan sulit untuk mengembalikannya seperti semula maka masjid tersebut tidaklah boleh dijual dan tidak akan pernah kembali menjadi milik ( pewakaf ) sama sekali.  

       Perhatikan lafadz وَلاَ يَعُوْدُ مِلْكًا بِحَالٍ . Lafadz tersebut di athafkan pada lafadz لَمْ يُبَعْ . Pengathafan ini dinamakan Athaf malzum ‘ala lazim ( kebalikan dari contoh pertama) sebab pastilah dengan tidak kembalinya kepemilikan  maka tidaklah  sah untuk dijual.

@ Contoh 03

لَوْ سَكَنَ مَعَهَا فِي مَنْزِلِهَا بِإِذْنِهَا أَوْ لِامْتِنَاعِهَا مِنَ النَّقْلَةِ مَعَهُ أَوْ فِي مَنْزِلِ نَحْوِ أَبِيْهَا بِإِذْنِهَا لَمْ يَلْزَمْهُ أُجْرَةٌُ لِاَنَّ الْاِذْنَ الْعَرَى عَنْ ذِكْر الْعِوَضِ يُنْزَلُ عَلَى الْاِعَارَةِ وَاِلاِبَاحَةِ
Artinya :  Jikalau seorang suami bertempat tinggal besertaan sang istri dirumahnya dengan izin istri tersebut atau sebab istri tidak mau diajak pindah bersama suami atau tinggal dirumah semacam ayahnya dengan izin sang istri maka bagi suami tidak wajib membayar upah ( tinggal ditempat tersebut ) sebab izin yang tidak disertai dengan penyebutan pembayaran diposisikan seperti halnya akad ‘iarah dan ibahah.

       Perhatikan lafadz  وَاِلاِبَاحَةِpada contoh diatas. Lafadz tersebut di athafkan pada lafadz الْاِعَارَةِ . Pengthafan ini juga dinamakan athaf lazim ‘ala malzum sebab yang namanya akad I’arah ( pinjam meminjam ) adalah akad yang mengandung unsur ‘ibahah ( memperbolehkan menggunakan sesuatu ) terhadap barang yang dipinjamkan.


No comments: