Friday 22 January 2016

INDAHNYA PUASA

Pengertian
Secara bahasa puasa memiliki makna menahan diri dari segala hal, meskipun menahan diri dari berbicara. Sebagaimana Allah swt berfirman,

إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا          
"Sesungguhnya aku telah bernazar kepada Tuhan yang Maha Pemurah untuk berpuasa (menahan diri dari berbicara)." (QS. Maryam; 26)

Sedangkan secara istilah syari'at, puasa memiliki arti pekerjaan yang dilakukan oleh orang Islam yang berakal dan suci dari haidl serta nifas dalam menahan diri dari berbagai hal yang membatalkannya mulai dari fajar shadiq sampai matahari terbenam dengan disertai niat khusus.[1]

Dalil Kewajiban Puasa
Sebelum ijma' (konsensus ulama), dalil diwajibkannya puasa adalah firman Allah yang berbunyi:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون َ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. A-Baqarah; 183)

Sedangkan dalil puasa dari hadits Nabi adalah:

بُنِيَ اْلإسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَإقَامِ الصَّلاَةِ وَإيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Artinya: "Agama Islam didirikan atas lima perkara; bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan (rasul) Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa (di bulan) Ramadhan, dan ibadah haji ke Baitullah." (HR. Bukhari & Muslim)

Puasa mulai diwajibkan pada bulan Sya'ban tahun 2 Hijriyyah. Puasa Ramadhan diwajibkan bagi masyarakat luas  dengan adanya persaksian seorang laki-laki yang adil tentang terlihatnya hilal Romadlon pada malam 30 dari bulan Sya'ban disertai ketetapan(itsbat) pemerintah atas munculnya hilal dengan persaksian orang tersebut, atau dengan menyempurnakan bulan Sya'ban menjadi 30 hari apabila tidak memungkinkan untuk melihat hilal.  Nabi Muhammad saw bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ

Artinya: "Berpuasalah kalian karena melihat hilal (bulan Ramadhan), dan berbukalah kalian karena melihat hilal (bulan Syawwal). Apabila kalian ditutupi oleh mendung (sehingga tidak bisa melihat hilal) maka sempurnakanlah bilangan (hari) bulan Sya'ban menjadi 30 hari." (HR. Bukhari)[2]
Ada pula riwayat Shahabat Nabi yang mengatakan:

قَالَ ابْنُ عُمَرَ أَخْبَرْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْتُ الْهِلاَلَ فَصَامَ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ

Artinya: "Shahabat Ibnu Umar berkata, "Aku memberi kabar kepada Nabi saw   bahwa aku telah melihat hilal. Kemudian Nabi saw berpuasa dan memerintahkan manusi untuk berpuasa." (HR. Abu Daud dan Ibnu Hibban)[3]

Puasa Romadlon diwajibkan secara khusus bagi seseorang yang melihat hilal akan tetapi pemerintah tidak sampai menetapkan (itsbat) akan munculnya hilal Romadlon melalui persaksiannya. Diwajibkan pula bagi mereka yang mendapatkan informasi akan munculnya hilal dari seseorang yang dapat dipercaya atau di yakini kejujurannya, walaupun yang menyampaikan informasi tersebut adalah seorang wanita, anak kecil, orang fasiq, atau bahkan orang kafir.
Tidak ada kewajibkan berpuasa Romadlon dengan adanya informasi dari ahli perbintangan maupun ahli hisab, kecuali bagi diri mereka sendiri ataupun siapa saja yang mengakui kebenaran berita itu. Yang di maksud ahli perbintangan adalah mereka yang  mempunyai anggapan bahwa awal bulan ditandai dengan munculnya suatu bintang. Sedangkan ahli hisab adalah mereka yang berpedoman terhadap posisi bulan dalam rotasinya.
Dalam menentukan kewajiban puasa Romadlon juga tidak dapat berpedoman pada mimpi seseorang bahwa Rosululllah telah bersabda kepadanya sesungguhnya malam ini adalah awal bulan Romadlon, dikarenakan keterbatasannya dalam memahami isyarat nabi saw   dalam mimpinya.

Hikmah Berpuasa
        Banyak sekali mutiara hikmah yang dapat kita peroleh dengan berpuasa, diantaranya adalah:
1.    Sebagai perwujudan rasa syukur kita pada Allah swt atas segala karuniaNya. Hikmah ini terdapat pada semua jenis ibadah, karena pada hakikatnya semua ibadah adalah ungkapan rasa syukur seorang hamba kepada Tuhannya.
2.    Supaya dapat diketahui siapakah hamba Allah yang mampu menunaikan amanahnya, dan siapa yang tidak mampu, dikarenakan ibadah puasa merupakan amanat Allah swt pada hambaNya untuk mengendalikan hawa nafsu.
3.    Sebagai sesuatu yang membedakan antara manusia yang mempunyai akal dan nafsu dengan hewan yang hanya mempunyai nafsu saja.
4.    Mampu menjaga dan meningkatkan kesehatan. Hal ini sesuai dengan sabda Rosulullah saw yang diketengahkan Abu Huroiroh ra:    
صُوْمُوْا تَصِحُُّوْا
Artinya: “Berpuasalah ! maka kamu sekalian akan sehat.” (HR. Abu Na’im)

5.    Mampu meredam gairah seksual yang sangat sulit dibendung ketika sedang bergejolak. Sehingga seorang faqir yang tidak mampu atas biaya pernikahan dan takut akan melakukan perzinaan dianjurkan untuk berpuasa guna meredam gairah seksualnya, sebagaimana disabdakan oleh Rosulullah saw:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Artinya: ”Wahai para pemuda! siapa diantara kalian mampu atas biaya pernikahan, maka menikahlah! sesungguhnya menikah itu lebih bisa menjaga kemaluan dan pandangan. Barang siapa yang tidak mampu, maka berpuasalah ! karena sesungguhanya puasa itu sangggup mengendalikan hawa nafsunya.” (HR. Muslim)

6.    Membina jiwa sosial terhadap sesama. Sebab seseorang yang biasa didera rasa lapar dan dahaga dalam menjalani puasa akan mudah berempati dan mengasihsayangi fakir miskin yang serba kekurangan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Keutamaan Bulan Ramadhan
Kehadiran bulan ramadhan adalah anugerah dan nikmat yang Allah swt kepada seluruh umat Nabi Muhammad saw. Di dalamnya terdapat keutamaan dan hikmah yang khusus diberikan Allah kepada hambaNya yang dengan ikhlas menjalankan ibadah puasa serta ibadah-ibadah lainnya. Maka, sebaiknya dengan masuknya bulan tersebut seluruh umat Islam lebih meningkatkan amal ibadahnya dan lebih menjaga kebersihan hatinya dengan melaksanakan segala bentuk kesunnahan yang ada, terlebih lagi pada sepuluh hari yang akhir dari bulan Ramadhan demi mendapatkan malam yang amat didambakan oleh umat Nabi Muhammad saw  , yakni malam Lailatul Qodar.
Baginda Rosulullah saw pernah bersabda:
لَوْ عَلِمَ الْعِبَادُ مَا فِيْ رَمَضَانَ لَتَََمَنَّتْ أُمَّتِيْ أَنْ يَكُوْنَ رَمَضَانُ السَّنَةَ كُلَّهَا
Artinya: "Seandainya umatku mengetahui keutamaan di dalam bulan Ramadhan niscaya mereka akan mengharapkan bahwa seluruh tahun adalah bulan Ramadhan." (HR. Abu Ya’la al-Musholi)

Di antara bulan-bulan yang lain, bulan Ramadlan memiliki keistimewaan, seperti yang diungkapkan oleh Nabi saw:
رَمَضَانُ قَلْبُ السَّنَةِ إذَا سَلِمَ سَلِمَتِ السَّنَةُ كُلُّهَا    
Artinya:"Ramadhan adalah (bagaikan) hatinya tahun. Jikalau Ramadhan (tersebut) selamat (baik), maka akan selamat (baik) pula seluruh tahunnya." [4]

Untuk orang yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan ikhlas, maka akan diampuni segala dosanya yang telah lampau, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh hadits:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: "Diceritakan dari Abu Hurairah dari Nabi, beliau berkata: "Barang siapa berpuasa (pada) bulan Ramadhan karena percaya kepada Allah dan hanya mengharapkan (ridha) dari Allah maka akan diampuni semua dosa yang telah dilakukannya." (HR. Bukhari & Muslim)

Syaikh Abdurrahman al-Shafuri al-Syafi'i dalam kitab Nuzhah al-Majalis berkata:

رَمَضَانُ خَمْسَةُ أَحْرُفٍ فَالرَّاءُ رِضْوَانُ اللهِ لِلْمُقَرَّبِينَ وَالْمِيْْمُ مَغْفِرَةُ اللهِ لِلْعَاصِينَْ وَالضَّادُ ضَمَانُ اللهِ لِلطَّائِفِيْنَ وَاْلأَلِفُ أُلْفَةُ اللهِ لِلْمُتَوَكِّلِيْنَ وَالنُّونُ نَوَالُ اللهِ لِلصَّادِقِيْنَ

Artinya: "Ramadhan terdiri dari lima huruf; ra' artinya ridha Allah kepada hamba-Nya yang mendekatkan diri (kepadaNya), mim artinya ampunan Allah kepada orang-orang yang berbuat maksiat, dlod adalah tanggungan Allah untuk orang-orang yang thowaf, alif artinya kecintaan Allah kepada orang-orang yang bertawakal, nun artinya anugerah Allah kepada orang-orang yang jujur.

Rukun-Rukun Puasa[5]
Sebagaimana ibadah lainnya, puasa juga memilki rukun-rukun yang harus dipenuhi oleh orang Islam yang berpuasa. Rukun-rukun puasa ada 3, yaitu:
1.    Niat
Bagi orang yang ingin berpuasa fardlu, disyaratkan niat puasa di malam hari (tabyit). Hal ini berdasarkan hadits Nabi yang berbunyi,

مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
Artinya: "Barang siapa yang tidak niat di malam hari untuk puasanya sebelum fajar maka tiada puasa baginya." (HR. al-Daruquthni dan lainnya)[6]

Selain disyaratkan tabyit, dalam niat juga harus menentukan jenis puasa seperti puasa Ramadhan, nazar, atau kafarat. Puasa kafarat ialah puasa yang dibebankan terhadap seseorang yang telah melakukan suatu pelanggaran terhadap sumpahnya, atau sebagai tebusan akan dosa yang dilakukannya.
Niat puasa Ramadhan bisa dilakukan minimal dengan niat:

نَوَيْتُ صَوْمَ رَمَضَانَ
"Saya niat puasa Ramadhan."

Meskipun tidak menyebutkan kalimat "فَرْضُ", niat seperti di atas sudah dianggap cukup karena puasa yang dilakukan oleh seorang muslim yang sudah baligh pada bulan Ramadhan adalah puasa fardhu. Untuk niat  puasa Ramadhan yang paling sempurna adalah:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا ِللهِ تَعَالَى

Artinya: "Saya niat puasa esok hari untuk melaksanakan kefardluan Ramadhan tahun ini karena iman kepada Allah dan hanya mengharapkan ridla-Nya".

Lafadz رَمَضَانِ dibaca jer dengan mambaca kasroh nunnya meskipun lafadz ini tergolong isim ghoiru munshorif, karena ketika isim ghoiru munshorif di-idlofahkan dengan lafadz setelahnya maka menjadi munshorif dengan kasroh sebagai tanda i’rob jer-nya. Namun untuk keabsahan puasa cukup membersitkan keinginan puasa dalam hati, walaupun secara 'irob lafadznya dianggap salah.

Catatan:
Niat puasa Ramadhan harus dilakukan setiap malam. Jika seseorang pada malam pertama bulan Ramadhan berniat untuk puasa satu bulan, maka yang dihukumi sah hanya puasa pada hari pertama saja. Bagi orang yang pada malam pertama niat puasa Ramadhan untuk satu bulan sebagai antisipasi ketika dia lupa niat pada malam hari karena mengikuti (taqlid) pendapat Imam Malik, maka ia harus mengetahui secara utuh syarat-syarat dan rukun-rukun puasa versi madzhab Maliki. Sedangkan lafadz niatnya adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ جَمِيْعِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ تَقْلِيْدًا لِْلِإمَامِ مَالِكٍ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Artinya: "Saya niat puasa untuk seluruh kefardluan bulan Ramadhan tahun ini karena mengikuti pendapat imam malik untuk mengharapkan ridla Allah."

Khusus untuk puasa sunah diperbolehkan niat pada siang hari sebelum masuk waktu dhuhur dengan syarat belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.
2.    Orang yang berpuasa (al-Sha`im)
Yang dimaksud dengan orang yang berpuasa di sini adalah orang-orang yang memenuhi syarat wajib dan syarat sah puasa.
3.    Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan

Syarat Wajib
Syarat wajib puasa ada tiga, yakni:
1.    Islam
Maka puasa tidak wajib bagi non muslim asli. Jika ada non muslim asli masuk Islam pada siang hari di bulan Ramadhan maka ia tidak wajib mengqadha' puasa untuk hari itu, dan hari-hari sebelumnya. Non muslim asli adalah seseorang yang sejak kecil belum pernah masuk islam. Sedangkan non muslim yang bukan asli alias murtad, apabila ia masuk Islam kembali maka diwajibkan mengqadla' puasa yang ia tinggalkan pada waktu murtad.
2.    Mukallaf
Yaitu orang yang berakal dan telah mencapai batas usia baligh. Tidak diwajibkan berpuasa bagi anak kecil, orang gila, epilepsi, dan orang yang hilang akal karena mabuk. Namun puasanya anak kecil dihukumi sah, dikarenakan syarat baligh bukanlah merupakan syarat sah puasa, akan tetapi hanya sebagai syarat wajib puasa. Berbeda dengan puasanya orang gila atau epilepsi, dan orang yang hilang akal karena mengkonsumsi minuman keras yang hukumnya tidak sah, walaupun dalam kewajiban mengqodlo' puasa bagi mereka masih ada perincian yang akan dijelaskan dalam bab qodlo' puasa. Insya Allah.

Catatan:
Anak kecil diperintahkan untuk berpuasa ketika telah mencapai usia genap 7 tahun, dan dipukul karena tidak berpuasa ketika telah genap berumur 10 tahun sebagaimana hukum dalam shalatnya.
Jika terdapat anak kecil yang mencapai usia baligh di siang hari dalam keadaan berpuasa maka ia wajib meneruskan puasanya dan tidak wajib mengqodlo' puasa untuk hari tersebut.
3.    Mampu Berpuasa          
Puasa diwajibkan bagi orang yang mampu melaksanakannya, baik mampu secara fisik maupun secara syar'i. Oleh sebab itu, tidak wajib berpuasa bagi orang-orang yang tidak mampu melaksanakannya, baik dikarenakan faktor fisik, seperti orang yang sudah tua (manula), orang sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya atau penyakitnya akan bertambah parah sehingga menyebabkan matinya atau hilangnya fungsi anggota tubuh jikalau ia berpuasa, maupun dikarenakan faktor syar'i, seperti wanita haidl dan wanita nifas.

Orang-orang yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa[7]
1.    Orang yang sudah tua renta (manula)
2.    Orang sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya atau akan semakin parah sakitnya jika ia berpuasa (sakit yang memperbolehkan tayammum)

Catatan:
a)    Sakit yang memperbolehkan tayammum adalah sakit yang dikhawatirkan akan bertambah parah, atau lama dalam masa penyembuhannya, atau berpotensi akan menimbulkan bekas luka dan aib, atau menyebabkan kematian ataupun hilangnya fungsi anggota badan. Dengan catatan, semua itu telah dikonfirmasikan terlebih dahulu kepada seorang dokter ahli yang dapat dipercaya.
b)   Bagi orang yang bekerja berat di siang hari tetap diwajibkan niat puasa di malam hari. Jika ia memaksakan diri untuk meneruskan puasa pada saat bekerja sehingga dapat menimbulkan dampak yang fatal yang dapat memperbolehkan tayammum, maka diperbolehkan bahkan wajib baginya untuk membatalkan puasa.
Dalil orang tua dan orang sakit yang di perbolehkan tidak puasa adalah:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
Artinya: "Dan  Dia  sekali-kali  tidak  menjadikan  untuk  kamu   dalam  agama suatu kesempitan." (QS. Al-Haj:78)
3.    Musafir
Yang   dimaksud    musafir   di   sini   adalah   orang   yang  melakukan perjalanan jauh yang telah mencapai jarak diperbolehkan meng-qashar shalat dan mengawali perjalanannya sebelum fajar. Jika ia berpuasa tidak merepotkannya, maka yang afdhal baginya adalah berpuasa.

Syarat Sah Puasa[8]
Puasa seseorang bisa dinilai sah apabila telah memenuhi empat syarat sah puasa, yaitu:
1.    Islam
Jika di saat melakukan puasa seseorang murtad walaupun sebentar, maka puasanya batal.
2.    Berakal
Puasa dapat dihukumi sah jika dilakukan oleh orang yang berakal, baik telah mencapai batas baligh maupun belum. Sehingga, puasa yang dilakukan anak kecil yang sudah tamyiz tetap dihukumi sah meskipun ia tidak wajib puasa. Jika di tengah melakukan puasa seseorang gila walaupun sebentar, puasanya dihukumi batal. Seseorang yang epilepsi dalam waktu sebentar, puasanya dihukumi sah.
3.    Tidak haidl, nifas, atau melahirkan
Jika di tengah-tengah melakukan puasa seorang wanita haidh, nifas, walaupun sebentar atau melahirkan, maka puasanya tidak sah.

4.    Dilaksanakan di hari-hari yang Diperbolehkan Puasa
Puasa dihukumi sah jika dilakukan di hari-hari yang diperbolehkan untuk berpuasa. Ada lima hari yang diharamkan berpuasa, yaitu: Hari raya Idul Fitri, Hari raya Idul Adha, dan hari tasyriq, yaitu hari tanggal 11, 12,dan 13 Dzul Hijjah.
Dalil keharaman berpuasa pada hari raya Idul Fitri Idul Adha adalah:
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَيَوْمِ اْلأَضْحَى
Artinya: "Rasulullah  saw  melarang  berpuasa di dua hari, yaitu hari raya Idul Fithri dan hari raya Idul Adlha." (HR. Bukhari & Muslim)
Sedangkan dalil keharaman puasa di hari-hari tasyriq adalah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim yang berupa:
أَيَّامُ مِنًى أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ اللهِ تَعَالَى
Artinya: "Sesungguhnya hari-hari mina (hari tasyrik) adalah hari-hari (yang diperbolehkan) makan dan minum serta (hari-hari untuk) berzikir kepada Allah ta’ala". (HR. Muslim)

Jenis-Jenis Puasa[9]
Ditinjau dari segi hukum, puasa memiliki empat hukum, yaitu wajib, sunnah, makruh, dan haram.

Puasa Wajib
Meliputi puasa Ramadhan, puasa qadha, puasa nazar, dan puasa kafarat.

Puasa Sunnah
Puasa-puasa sunnah di antaranya adalah:
a.    Puasa Senin Kamis
Puasa ini disunnahkan karena Nabi Muhammad saw sangat memperhatikannya. Beliau bersabda:

تُعْرَضُ اْلأَعْمَالُ يَوْمَ اْلإثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Artinya: "Amal-amal disampaikan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis. Maka aku suka amalku disampaikan sementara aku dalam keadaan berpuasa." (HR. at-Turmudzi dan lainnya)

b.    Puasa 'Arafah (tanggal 9 Dzul Hijjah)
c.    Puasa 'Asyura (tanggal 10 Muharram)
Puasa 'Arafah dan 'Asyura disunnahkan karena kedua puasa tersebut dapat melebur dosa-dosa kecil yang dilakukan pada tahun sebelumnya dan sesudahnya, sebagaimana hadits Nabi saw:

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
Artinya: "Puasa di hari 'Arafah, aku memohon pahala kepada Allah agar melebur (dosa-dosa kecil) tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya, dan puasa di hari 'Asyura, aku memohon pahala kepada Allah agar melebur (dosa-dosa kecil) tahun sebelumnya." (HR. Muslim)

d.    Puasa Tasu'a (tanggal 9 Muharam)
Dalil kesunahan puasa Tasu'a adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Nabi saw bersabda:

لَئِنْ بَقِيتُ إلَى قَابِلٍ َلأَصُومَنَّ التَّاسِعَ
Artinya:"Seandainya aku masih tetap (hidup) sampai tahun depan, maka niscaya aku akan puasa pada tanggal sembilan (dari bulan Muharram)." (HR. Muslim)

e.    Puasa Enam hari di bulan Syawwal
Yang lebih afdhal dari puasa enam hari di bulan Syawwal adalah terus menerus (tidak terputus-putus). Sedangkan dalil disunnahkannya puasa enam hari tersebut adalah hadits:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Artinya: "Barang siapa puasa Ramadhan kemudian melanjutkannya dengan (puasa) enam hari dari bulan Sya'ban, maka puasanya itu seperti puasa setahun." (HR. Muslim)

f.     Puasa Ayyam al-Bidh
Ayyam al-Bidh adalah hari-hari tanggal 13, 14 dan 15 bulan-bulan hijriyyah. Dalil disunnahkannya puasa pada hari-hari tersebut adalah atsar dari Abu Dzarr yang diriwayatkan oleh al-Nasa'i dan Ibnu Hibban berupa:

قَالَ أَبُو ذَرٍّ أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصُومَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ الْبِيضِ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
Artinya:"Abu Dzarr berkata: "Rasulullah saw memerintahkan kepada kami untuk berpuasa tiga hari yang terang (oleh sinar rembulan) dari (tiap-tiap) bulan, yaitu tanggal 13, 14 dan 15." (HR. al-Nasa'i dan Ibnu Hibban)

Selain puasa sunnah di atas, masih banyak lagi puasa-puasa sunnah lainnya yang bisa diketahui dalam berbagai kitab fiqh.

Puasa Makruh
a.    Puasa menahun (shoum ad-dahr) pada selain hari-hari diharamkannya puasa. Hukum makruh puasa ini apabila memang khawatir adanya efek negatif, ataupun tertinggalnya ibadah sunah. Oleh sebab itu, apabila tidak ada kekhawatiran akan hal-hal tersebut maka disunahkan untuk melakukannya, berdasarkan hadits:

مَنْ صَامَ الدَّهْرَ ضُيِّقَتْ عَلَيْهِ جَهَنَّمُ هَكَذَا وَعقَدَ تِسْعِيْنَ
Artinya: “Barang siapa berpuasa menahun, maka neraka jahanam akan disempitkan baginya sebanyak sekian (beliau Nabi saw isyarat bilangan 90 dengan jarinya.” (HR. Al-Baihaqi)

b.    Mengkhususkan puasa hari jum'at, atau sabtu, ataupun ahad, sesuai hadits:
لاَ يَصُمْ أَحَدَكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلاَّ أَنْ يَصُوْمَ قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ
Artinya: “Janganlah salah satu dari kalian berpuasa pada hari jum’at, terkecuali dirinya berpuasa hari sebelumnya atau sesudahnya.” (HR. Bukhori-Muslim)

Begitu pula hadits:
لاَ تَصُوْمُوْا يَوْمَ السَّبْتِ إِلاَّ فِيْمَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ
Artinya: “Janganlah engkau sekalian berpuasa pada hari sabtu terkecuali puasa fardlu.” (HR. Tirmidzi)

     Sebab,  sabtu adalah hari sakral bagi orang yahudi dan ahad adalah hari sakral bagi orang . Maka umat Islam dianjurkan berbeda dengan mereka. Sementara apabila seseorang telah mempunyai kebiasaan berpuasa atau menyertakan hari sebelumnya ataupun sesudahnya maka puasa hari sabtu dan ahad tidak dihukumi makruh.

Puasa Haram
     Yaitu puasa yang dilakukan di hari-hari yang diharamkan berpuasa. Termasuk diantaranya ialah puasa pada paruh kedua bulan Sya'ban apabila tidak disambung puasa hari sebelumnya, dan puasa sunah seorang istri yang tidak mendapat restu dari suaminya, terkecuali seperti puasa hari 'Asyuro dan 'Arofah yang hanya terdapat sekali dalam setahun. Apabila ada faktor yang menghalangi suami atau istri untuk bercumbu, seperti ihromnya suami dan kepergian suami ke luar kota dalam waktu yang lama, maka tidak diharamkan bagi istri berpuasa.

Sunnah-Sunnah Puasa[10]
Dalam berpuasa, ada beberapa hal yang disunnahkan, di antaranya adalah:
1.    Menjelang masuknya bulan Ramadhan membaca:
اللَّهُمَّ سَلِّمْنِي لِرَمَضَانَ وَسَلِّمْ رَمَضَانَ لِيْ وَسَلِّمْهُ مِنِّي مُتَقَبَّلاً 
Artinya: “Ya Allah berikanlah aku untuk Romadlon dan berikanlah Romadlon untukku serta selamatkanlah ia dari amal burukku dan jadikanlah ia sebagai amal ibadah yang diterima.”

2.    Mandi dari hadats besar sebelum fajar bagi orang yang sedang dalam keadaan junub. Hal ini disunnahkan agar bisa menjalankan puasa dalam keadaan suci dan terhindar dari masuknya air ke dalam tubuh jikalau mandi di siang hari.
3.    Sahur dan mengakhirkannya, berdasarkan hadits:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسَحَّرُوا فَإنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
Artinya: "Dari Anas, beliau berkata: Rasulullah saw bersabda, "Sahurlah kalian semua, karena sesungguhnya di dalam sahur terdapat berkah." (HR. Bukhari & Muslim)

Nabi Muhammad juga bersabda:
لاَ تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا دَامَ عَجَّلُوا الْفِطْرَ وَأَخَّرُوا السَّحُورَ
Artinya: "Umatku tiada henti-hentinya melakukan kebaikan selama mereka segera berbuka puasa dan mengakhirkan sahur." (HR. Imam Ahmad)

Jika seseorang ragu-ragu apakah fajar telah keluar, maka yang afdhal adalah tidak sahur.
4.    Segera berbuka dengan kurma jika matahari telah terbenam secara jelas. Jika tidak memiliki kurma maka berbuka dengan menggunakan air. Hal ini sesuai dengan hadits yang berbunyi:

عَنْ سَهْلٍ بْنِِ سَعْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
     Artinya:"Dari Sahl bin Sa'd Ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Manusia senantiasa melakukan kebaikan selama mereka segera berbuka puasa." (HR. Bukhari & Muslim)

5.    Setelah berbuka puasa, hendaknya membaca doa:

اللَّهُمَّ إنِّي لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى يَا وَاسِعَ الْفَضْلِ اغْفِرْ لِي الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي هَدَانِي فَصُمْتُ وَرَزَقَنِي فَأَفْطَرْتُ

     Artinya: "Ya Allah sesungguhnya aku berpuasa demi Engkau. Dan atas rezekiMu aku berbuka dan hanya kepadaMu aku beriman dan hanya kepadaMu aku berserah diri. Telah hilang dahaga dan telah basah otot-otot. Semoga mendapat pahala, insya Allah Ta'ala. Wahai Dzat yang Maha Luas anugerahNya, segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah padaku sehingga aku bisa berpuasa dan yang telah memberiku rezeki sehingga aku bisa berbuka."

6.    Tidak bersiwak setelah condongnya matahari ke arah barat (zawal).
7.    Hendaknya menjaga diri dari segala macam perbuatan yang tidak membatalkan puasa namun bisa melebur pahala puasa, seperti membicarakan orang lain dan berkata dusta. Sedangkan menjaga diri dari segala jenis kesenangan yang dapat membatalkan puasa hukumnya adalah wajib. Dalam salah satu hadits Nabi disebutkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ ِللهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

     Artinya: "Dari Abu Hurairah, beliau berkata: Nabi saw bersabda, "Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka bagi Allah tidak memiliki kepentingan (hak) dalam meninggalkan makanan dan minumannya orang tersebut." (HR. Bukhari)

8.    Menjauhi perbuatan yang dapat membangkitkan gairah seksual seperti bercumbu.
9.    Membaca al-Qur'an terutama pada waktu malam hari. Termasuk di dalamnya adalah budaya tadarrus al-Qur'an. Namun yang hendaknya diperhatikan dalam tadarrus al-Qur'an adalah penghayatan kandungan makna dari ayat-ayat yang dibaca.
10.              Memperbanyak sedekah kepada keluarga, famili, kerabat, atau tetangga di sekitarnya, terutama kepada fakir miskin.
11.              Tidak mencicipi makanan karena dikhawatirkan masuknya sesuatu ke dalam tenggorokan atau perut.
12.              Tidak mengunyah karena mengunyah bisa mengumpulkan air liur. Kalau air liur tersebut dibuang maka bisa membuat haus. Jika air liur tersebut ditelan maka akan membatalkan puasa menurut satu qaul.
13.              Tidak melakukan bekam (Jawa: canthuk), karena dapat melemahkan fisik orang yang berpuasa.
14.              Iktikaf (berdiam diri di dalam masjid), terutama pada sepuluh hari yang akhir dari bulan Ramadhan, sebab Nabi selalu melakukannya.

Kemakruhan Puasa[11]
Ketika berpuasa, ada beberapa hal yang dimakruhkan, di antaranya adalah:
1.    Berlebihan (mubalaghah) ketika berkumur (madhmadhah)
2.    Mencicipi makanan, dengan tanpa ditelan
3.    Bersiwak setelah condongnya matahari ke arah barat (zawal).
Melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan gairah seksual, seperti bercumbu, meraba, dan sebagainya.

Hal-hal yang Membatalkan Puasa[12]
Hal-hal yang dapat membatalkan puasa adalah:
1.    Masuknya benda ke bagian dalam tubuh secara sengaja. Jika sesorang wudlu dan berkumur secara berlebihan (mubalaghah) sehingga menyebabkan masuknya air ke dalam tubuh, maka puasanya batal. Jika tidak berlebihan, maka puasanya tidak batal. Berbeda dengan masuknya lalat, nyamuk, debu yang beterbangan atau hamburan tepung yang masuk ke rongga tubuh, maka tidak membatalkan puasa sebab sulit dihindari. Jika seseorang makan atau minum di siang hari pada bulan Ramadhan karena lupa, maka puasanya tetap sah berdasarkan hadits:

مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ
Artinya: "Barang siapa lupa sedangkan ia dalam keadaan berpuasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaknya ia menyempurnakan puasanya. Sesungguhnya Allah telah memberikan makanan dan minuman kepadanya." (HR. Bukhari & Muslim)

2.    Muntah yang disengaja. Jika seseorang muntah tanpa disengaja, maka puasanya tidak batal.
3.    Bersetubuh atau jima'. Jika seseorang bersetubuh di siang hari pada bulan Ramadhan karena lupa, maka puasanya tetap sah, sama seperti makan dan minum.
4.    Keluarnya sperma (mani) disebabkan masturbasi, menyentuh, bercumbu, dan semisalnya. Sementara keluarnya sperma (mani) disebabkan menghayal, memandang dengan syahwat, atau mimpi, tidak menyebabkan puasa yang dilakukan seseorang batal.
5.    Gila, meskipun hanya sebentar.
6.    Epilepsi atau ayan sepanjang hari.
7.    Berbuka puasa sebelum masuk waktu maghrib.
8.    Murtad (keluar dari agama Islam, baik karena ucapan, perbuatan, ataupun iktikad), meskipun hanya sebentar.
9.    Haidh atau nifas, meskipun hanya sebentar.
10.              Melahirkan anak.

Qadha Puasa[13]
Dalam puasa yang ditinggalkan, ada yang hanya cukup diqadha, ada pula yang selain wajib diqadha, juga wajib dibayar fidyah atau kafaratnya. Fidyah bisa dilakukan dengan memberikan satu mud (kurang lebih 7 ons) dari jenis makanan yang digunakan sebagai zakat fitrah kepada fakir miskin sebanyak jumlah hari yang ditinggalkan puasanya. Sedangkan kafarat adalah memerdekakan seorang budak laki-laki atau wanita yang beragama islam dan tidak mempunyai cacat yang dapat megganggu aktifitas pekerjaannya. Seseorang yang tidak mampu memerdekakan budak tersebut, maka ia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut, dan jika ia tidak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut maka ia harus memberikan makanan kepada 60 orang miskin yang masing-masing orang miskin tersebut mendapatkan satu mud. Kafarat wajib ditunaikan apabila sengaja membatalkan puasa dengan cara bersenggama, dan kewajiban pelaksanaan kafarat tersebut hanya dibebankan pada suami. Berikut ini keterangan lanjutannya;
1.    Orang-orang yang Wajib Mengqadha Puasa
a.    Orang  yang  batal  atau  tidak  berpuasa,  baik  karena udzur (sakit
atau bepergian) atau tidak, selain karena gila atau mabuk yang bukan karena ceroboh.
b.    Orang yang batal puasanya karena ceroboh.
c.    Wanita hamil dan menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir terhadap kesehatan dirinya saja atau dengan anaknya.
d.    Orang murtad. Berbeda dengan non muslim asli yang tidak wajib mengqodloi puasa yang ditinggalkannya.
2.    Orang yang Wajib Mengqadha Puasa dan Bayar Fidyah
a.    Wanita hamil dan menyusui yang tidak berpuasa karena hanya khawatir terhadap kesehatan anaknya.
b.    Orang yang tidak berpuasa karena menyelamatkan orang lain yang hampir mati.
Orang yang menunda qadha puasa Ramadhan padahal dirinya mampu sehingga masuk bulan Ramadhan berikutnya. Ukuran fidyah adalah satu mud untuk satu hari (+ 7 ons. beras). Jumlah fidyah yang harus dikeluarkan sesuai puasa yang ditinggalkan dan akan berlipat ganda sesuai jumlah bulan Romadlan yang terlewati.
3.    Orang yang Wajib Mengqadha Puasa dan Bayar Kafarat
Orang yang sedang berpuasa dan sengaja membatalkannya dengan bersetubuh serta dirinya tidak mendapatkan keringanan untuk membatalkan puasa.
4.    Orang yang wajib Bayar Fidyah ( tidak Qadha)
a.    Orang yang tidak mampu berpuasa karena sudah tua ( lanjut usia) dan bagi orang sakit yang sudah tidak ada harapan sembuh.
b.    Orang yang menunda qadha puasa Ramadhan dikarenakan udzur sehingga masuk bulan Ramadhan berikutnya. Jumlah fidyah yang harus dikeluarkan sesuai puasa yang ditinggalkan dan akan berlipat ganda sesuai jumlah bulan Romadlan yang terlewati.  
c.    Orang yang menunda qadha puasa Ramadhan padahal dirinya mampu sehingga masuk bulan Ramadhan berikutnya., kemudian ia meninggal dunia, ataupun orang yang meninggalkan puasa Romadlon tanpa ada udzur dan meninggal dunia sebelum dirinya sempat mengqodloinya. Fidyah yang harus dikeluarkan adalah dua mud (satu mud untuk puasa yang ditinggalkan, dan satu mud untuk menunda qadha) yang diambil dari harta peninggalannya.
Catatan:
Fidyah   hanya    dialokasikan    kepada   fakir   miskin.  Diperbolehkan
memberikan beberapa mud fidyah hanya kepada seorang fakir atau miskin.




[1] Fathul qorib bi hamisy al Bajuri. Vol. I hal. 287
[2] Al-Jami'u as-Shoghir. Vol. I hal. 286
[3] Kanzu ar-Roghibin. Vol. II hal. 78
[4] Nuzhatul majalis I/150
[5] Hasyiyah al Qulyubi Vol.II Hal. 52 Toha Putra
[6] Kanzu al Roghibin/Al Mahally Vol. II hal. 52
[7] Fathul qorib dalam hamisy Hasyiyah al Bajuri Vol. I Hal. 299 Toha Putra
[8] Hasyiyah al Bajuri Vol. I Hal. 287
[9] lihat diantaranya I’natuth Tholibin Ha., 306 Darul fikri
[10] Al Mahalli Vol. II Hal. 61 
[11] Al Mahalli Vol. II Hal. 62
[12] Fathul qorib & Hasyiyah al Bajuri Vol. I Hal. 290
[13] Al Mahalli Vol. II Hal. 65

No comments: