Sunday, 24 January 2016

THAHARAH BUKAN PERSOALAN MUDAH


Thaharah (Bersuci)
Dalam memahami thaharah hendaknya kita melakukan pembelajaran secara prosedural, dalam arti menguasai teori pokok dalam thaharah adalah yang terpenting, baru kemudian kita kembangkan dalam kejadian nyata yang berlangsung di tengah kehidupan sehari-hari.

Teori Istinja'
Istinja' wajib dilaksanakan atas semua najis yang keluar dari dubur (jalan belakang) dan qubul (jalan depan) meskipun berupa hal yang kurang lazim, seperti halnya darah. Dan kewajiban itu terlaku ketika ada kekhawatiran terjadinya tadhammuh bi al-najasah (menyentuh dan terlumuri najis), ketika yakin tidak ditemukannya air, serta ketika hendak malaksanakan shalat. Dalam melaksanakan istinja' kita memerlukan perangkat yang dalam kitab fiqh disebutkan, air dan batu, dimana menggunakan keduanya itu yang paling baik atau memilih air daripada batu adalah lebih utama.

Tata cara buang hajat dan istinja': dalam melakukan istinja' ada beberapa hal yang diajarkan syariat:
Pertama, menempatkan posisi dengan cara bertumpu pada kaki kiri serta meluruskan kaki kanan jika hal tersebut memungkinkan.
Kedua, setelah kita melakukan buang hajat hal pertama yang harus kita lakukan adalah menuntaskan hajat kita dengan cara menekan (mengurut) alat kelamin disertai ber-dehem.
Ketiga, kemudian setelah tuntas, kita bersihkan dengan air sampai bersih semua sifat najisnya, dan jika terpaksa masih tersisa bau maupun warna najis karena sulit dihilangkan maka hal itu dianggap suci. Namun apabila kita menggunakan batu sebagai perangkat bersuci maka terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi.
  1. Dilakukan minimal tiga kali usapan baik dengan satu batu ataupun tiga batu. Bahkan wajib lebih ketika belum bersih secara tuntas, meskipun tidak sebersih air.
  2. Najis yang keluar belum sampai melebar melebihi tempat yang terkena najis pada awalnya. Atau ke arah yang tidak lazim pada saat keluar, semisal air kencing belum melewati hasafah (bagian atas kelamin laki-laki) atau kotoran belum melewati bagian dalam pantat (yang mengatup ketika berdiri).
  3. Tidak bercampur dengan najis lain, meskipun dari percikan air kencingnya. Atau bercampur dengan air yang tidak mensucikan.
  4. Harus sebelum keringnya najis, jika sudah terlanjur kering, maka wajib menggunakan air.

Adab dan tatakrama buang hajat serta istinja'; ada beberapa hal dalam syariat yang ditetapkan sebagai sopan santun baik sebelum, pada saat melakukan maupun setelah buang hajat maupun istinja'.
Pertama, memilih tempat yang jauh dari pandangan mata manusia, ketika tidak ada tempat khusus.
Kedua, menghindari tempat dan situasi yang dilarang oleh syariat, diantaranya sebagai berikut :
-          Buang hajat pada air yang tidak mengalir atau mengalir namun kapasitasnya sedikit.
-          Membuang hajat di lobang, diantara bumi yang terbelah, dan pada tanah yang keras.
-          Melakukannya di tempat umum seperti jalan, pasar, di tempat yang biasa digunakan sebagai tempat berteduh atau di bawah pohon yang sedang berbuah.
-          Melakukannya pada situasi kencangnya angin kecuali ada tempat khusus.
-          Haram buang hajat di masjid meskipun tersedia tempat khusus atau di atas kuburan.
Ketiga, mengusahakan penutup minimal setinggi tiga depa apabila melakukan buang hajat di selain tempat khusus.
Keempat, memakai alas kaki serta penutup kepala semacam handuk atau yang lain.
Kelima, tidak diperkenankan membawa tulisan atau barang lain yang berisi dzikir atau asma al-a'dhom.
Keenam, masuk dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan.
Ketujuh, berdoa ketika hendak masuk dengan doa :    باسم الله إني أعوذ بك من الخبث والخبائث
Kedelapan, menanggalkan atau menyingkap pakaian pelan pelan dan bertahap.
Kesembilan, berposisi tidak menghadap atau membelakangi kiblat serta tidak menghadap arah matahari dan bulan kecuali jika terdapat penghalang berupa bangunan ataupun benda lain.
Kesepuluh, makruh berbicara kecuali ada kebutuhan serta tidak diperkenankan berdzikir kecuali dalam hati.
Kesebelas, tidak melakukan buang hajat dengan berdiri dan mamakai air melampaui batas kecuali ada alasan tertentu.
Kedua belas, membaca doa ketika selesai buang hajat, dengan doa :غفرانك الحمد لله الذى أذهب عني الأذى وعافاني

Masalah-masalah baru :
  1. Menggunakan tisu dan barang sejenis ketika istinja'
Secara prinsip perangkat istinja' dari selain air diharuskan memenuhi empat syarat, qali' (mampu meresap najis), thahir (suci), jamid (termasuk benda padat) serta bukan tergolong muhtaram (yang dimuliakan dalam syariat seperti, kitab dll). Kemudian semua benda yang mempunyai ciri sama serta memenuhi syarat-syarat di atas, semuanya boleh dugunakan istinja', semacam tisu, kapas, kain dan lain sebagainya.
  1. Bersuci menggunakan air zamzam
Dalam hal ini perlu kita ketahui bahwa air zamzam merupakan air yang dianggap mulia oleh syariat, dan di sisi lain air zamzam juga memiliki ciri air sebagaimana umumnya. Padahal segala hal yang mulia menurut syariat tidak diperkenankan untuk digunakan istinja'. Menurut madzhab Syafi'i air zamzam seperti air biasa dan boleh untuk digunakan istinja', hanya saja hukum menggunakannya adalah makruh.
  1. Percikan sewaktu kita buang hajat.
Percikan ini bisa terjadi dari beberapa kemungkinan, mungkin dari air kencing yang kita keluarkan, maka hukumnya suci selama percikan itu tidak terlihat mata telanjang. Atau mungkin dari akibat tinja yang jatuh ke air, sehingga jika memang percikan air itu berasal dari lobang wc yang sudah dipastikan selalu najis maka hukumnya najis. Dan jika berasal dari kolam, seyogyanya kita amati dulu, kalau memang ada sebagian tinja yang terbawa dalam percikan itu maka dipastikan berdampak hukum najis.
  1. Najis yang keluar dari selain qubul dan dubur atau keluar dari khuntsa (waria)   
Ketika najis bukan berasal dari dubur maupun qubul, ataupun keluar dari kelamin khuntsa,  apakah masih terlaku hukum umum istinja' ?. Ternyata secara umum masih terlaku hanya saja perangkat istinja'nya tertentu dengan menggunakan air saja, bukan yang lain. Namun boleh mensucikan terlebih dahulu dengan selain air selama pada tahap berikutnya digunakan air.
Selain masalah-masalah di atas masih banyak problematika lain yang tidak mungkin disebutkan satu persatu secara lengkap.

Kesalahan Umum :
  1. Sewaktu kita membuang hajat terkadang kurang memperhatikan aturan syariat. Ketika ada anjuran untuk menuntaskan hajat dengan cara-cara tertentu serta banyak tuntunan yang disampaikan syariat, kita terkadang indisipliner dan kurang mengindahkan. Akibatnya, meskipun masih muda dan bahkan pada anak-anak sering kita jumpai penyakit was-was (kebimbangan tak berdasar) menggejala sehingga ketika sampai pada taraf tertentu, hal ini akan berakibat fatal pada perkembangan psikologis (kejiwaan).
  2. Dalam keseharian seringkali kita menjumpai sebagian masyarakat melakukan kencing dengan cara berdiri tanpa alasan. Padahal hal itu bertentangan dengan tradisi nabi ketika melaksanakan buang hajat.
  3. Terlalu lama dalam berhajat, melakukan gosok gigi sambil berhajat serta terlalu sembrono dalam beristinja'. Padahal menurut sebagian ulama dan ahli kedokteran hal itu akan mengakibatkan berbagai macam penyakit, seperti ambeien, liver, gatal-gatal dan lain sebagainya.

Tips khusus :  
  1. Ketika kita mengalami was-was atau kebimbangan tanpa dasar baik dalam bersuci maupun ketika shalat, Imam Abu Hasan al-Syadzily memberikan resep untuk menghilangkannya. Beliau mengatakan: "Letakkan tangan kananmu ke dada dan ucapkanlah doa :
سبحان الملك القدوس الخلاق الفعال  
Sebanyak tujuh kali kemudian dilanjutkan doa :
إن يشأ يذهبكم ويأت بخلق جديد وما ذلك على الله بعزيز .
Harus diucapkan dengan mantap dan insyaallah akan hilang.
  1. Jangan sekali-kali meludahi kotoran yang kita keluarkan karena hal itu akan mengakibatkan penyakit was-was serta membuat gigi kita menguning.
  2. Dihindari membuang hajat terlalu lama karena bisa mengakibatkan penyakit ambeien maupun liver menurut sebagian ulama.
  3. Kebiasaan gosok gigi ketika melakukan buang hajat akan membuat kita jadi pelupa (tulalit).



Teori Wudlu
Secara garis besar teori dalam wudhu terbagi menjadi tiga bagian, perangkat wudhu, pelaksanaan dan hal-hal yang merusak wudhu.
Perangkat Wudhu :
Dalam berwudhu kita harus menggunakan air yang tergolong thahir muthahir (suci sekaligus mensucikan). Tidak diperkenankan menggunakan beberapa jenis air, di antaranya :
1.      Air musta'mal yaitu sudah pernah terpakai untuk berwudhu, mandi maupun menghilangkan najis ketika kurang dari ukuran dua kulah (60 cm persegi/174,580 liter)
2.      Air yang sudah berubah drastis (taghayyur katsira) disebabkan mukhalith (benda yang ketika bercampur dengan air sulit dibedakan dengan mata telanjang seperti, dedaunan yang sudah hancur) namun yang secara lazim jarang bersinggungan dengan air (yastaghni minhu).
3.      Air yang sudah terkena najis meskipun sedikit dan tidak merubah keadaan air.
Perubahan yang disebabkan al-mujaawir (benda yang mudah dibedakan dengan mata telanjang, seperti minyak) atau disebabkan benda yang lazim bersinggungan dengan air seperti ganggang, lumpur, serta perubahan sebab debu dan garam, semuanya tidak menjadikan air kehilangan fungsi untuk bisa mensucikan.  

Pelaksanaan serta hal-hal yang merusak wudlu
Mengenai tatacara baik mengenai rukun, syarat serta tentang kesunatan dalam wudhu semuanya mungkin sudah kita ketahui, hanya saja sering terjadi kesalahan umum dalam pemahaman maupun prakteknya. Sedangkan dalam hal-hal yang merusak wudlu dapat dipahami dengan mudah, namun perlu banyak pendalaman dari tiap sub bahasan yang tercantum dalam literatur fiqh.

Kesalahan umum :
Dalam berwudhu ada beberapa kesalahan yang biasa terjadi, dan hal ini semata-mata hanya karena kurang mendalami sekaligus kurang memahami kejelasan dari teori-teori fiqh thaharah.
  1. Percikan air dari bekas pembasuhan salah satu anggota wudhu baik dari dirinya sendiri ataupun dari orang lain yang berada di sampingnya dianggap tidak mengakibatkan hukum musta'mal. Padahal fiqh menyatakan, jika kita mengambil secakup air kemudian terkena percikan dari basuhan awal atau sebab basuhan orang di sampingnya, maka dianjurkan untuk mengamati secara teliti, apabila hanya sedikit dan diperkirakan tidak berpengaruh maka tentunya tidak menjadi musta'mal. Atau percikan itu berasal dari basuhan kedua tentu juga tidak mengakibatkan hukum musta'mal.
  2. Tidak menghilangkan benda-benda yang menghalangi masuknya air pada anggota tubuh, seperti pewarna kuku, bekas tip ex ataupun benda lainnya. Konsekuensi yang harus dilaksanakan adalah mengulangi wudhu jika nyata ditemukan hal semacam itu.
  3. Kurang teliti dalam membasuh bagian-bagian tertentu, seperti bagian sudut kelopak mata, siku-siku, bagian bawah kuku serta bagian bagian sulit lainnya.
  4. Dan sekali lagi, seperti dalam istinja', penyakit was-was banyak berjangkit di sini. Tentu cara menghilangkannya sama seperti di atas.

Problematika :
  1. Banyak terjadi di tengah perjalanan, mereka yang biasa bepergian kerepotan mencari tempat berwudhu hingga kemudian memanfaatkan air Aqua botol sebagai alat bersucinya. Menurut kajian fiqh thaharah hal itu tidak menjadi persoalan karena yang penting air didalam botol masih tergolong thahir muthahir atau suci mensucikan.
  2. Lazim terjadi, ketika kita masuk tempat peribadatan umum yang berada di terminal maupun di pasar-pasar, yang kita temukan saat hendak berwudhu adalah bak-bak kecil yang dihubungkan oleh pipa paralon ukuran mini. Padahal kita yakin air dari masing-masing bak tidak ada dua kulah (60 cm persegi/174,580 liter) dan jumlah dua kulah hanya dihasilkan dari kumpulan beberapa bak yang ada. Dalam hal ini fiqh menjawab, bahwa air yang terpisah oleh dua tempat dengan penghubung semacam itu akan dihukumi dua kulah apabila ketika gerakkan bak ke satu, yang lainnya ikut tergerak. Apabila tidak nampak gerakan dari bak lainnya, maka masing-masing bak dihukumi kurang dua kulah dan ketika kita hendak berwudhu dari air sedikit itu, ada dua hal yang harus dipenuhi, melakukan niat ightiraf (menjadikan tangan hanya sebagai alat mencakupn air) agar tidak terjadi hukum musta'mal pada air, serta memastikan tetesan air dari setiap basuhan kita tidak memasuki bak tersebut.
Keterangan di atas hanya sebagian kecil permasalahan yang terjadi di tengah keseharian, semoga dengan hal ini, kita dapat tergugah untuk menelaah pengetahuan agama semaksimal mungkin dan tentunya dengan melalui metodhologi yang lebih efektif dan efisien.

Darul Azka

No comments: