Wednesday 18 April 2018

Redefinisi Kutub al-Mu'tabarah



Menerjemahkan sebuah istilah yang tidak ditemukan koridor jelas merupakan sebuah persoalan rawan polemik. Kita yang sudah berabad-abad lampau mentradisikan rujukan karya-karya orang-orang mulia sebagai kiblat pemikiran, dipaksa harus berpikir sejenak ketika banyak karya baru yang kini disodorkan di tengah-tengah kita. Kesulitan kita untuk mengikat pengenyam fiqh dengan tali simpul normatif versi syariat mungkin justru akan menjadi bumerang. Karena ketidak tegasan sikap kita akan dipahami sebagai bagian dari melegalkan kebebasan membaca tanpa batas yang jelas berakibat penetrasi pemikiran "kurang bertanggung jawab" akan semakin leluasa.
Harus kita pahami, mencuatnya persoalan ini adalah dari usaha memahami kerangka dasar ahl as-sunnah wa al-jama'ah sekaligus tataran prakteknya dalam berbagai aspek. Dalam arti, pengejawantahan prinsip ما أنا عليه وأصحابي harus secara universal, baik dalam akidah, syariah dan aspek-aspek lain termasuk perangkat-perangkatnya. Hal ini, menurut Abî Sa'id al-Khâdimî, menghantarkan pada sebuah pemahaman bahwa ahl as-sunnah wa al-jama'ah bukan hanya sekedar klaim, akan tetapi harus disertai pembuktian ucapan dan perbuatan yang diselaraskan dengan al-Qur'an dan as-Sunnah. Dan di masaku ini, kata al-Khâdimî, hal itu dapat dilihat dari keselarasan dengan kitab besar seperti Shahih Bukhari dan Muslim atau karya-karya terpercaya lainnya (Al-Barîqah syarh at-Tharîqah, hal. 111-112).  
Fenomena ini dapat kita sikapi dengan mencover telaah ulama-ulama terdahulu yang kami rasa tingkat akurasinya sangat bisa dipertanggung jawabkan.
Kita mulai dengan dasar-dasar pemikiran tentang standarisasi rujukan dalam tataran bermadzhab.

&  Madzhab Mudawwan Dan Ghairu Mudawwan
Persoalan ini meskipun sederhana namun sebenarnya paling urgen. Artinya, keakuratan data serta otentifikasi telaah pemikiran ulama yang hidup jauh sebelum kita jelas sangat terjamin apabila banyak dijumpai karya-karyanya untuk kita jadikan rujukan. Imam al-Haramain menuqil dari kalangan muhaqqiqin menyampaikan, prioritas tadwin terutama diperuntukkan untuk kalangan awam. Karena dari pemikiran yang tidak mudawwan, nilai ke-tsiqah-annya jelas dipertanyakan, dan pendapat ini didukung Ibn as-Shalah. Menurut sebagian kalangan seperti Ibn as-Subki tidak membatasi dengan tadwin dan tidaknya sebuah pemikiran. Akan tetapi menurutnya, secara umum kedua kubu ini menyepakati, bahwa ketika masih dimungkinkan kita mempelajari detail tentang pemikiran madzhab selain madzhahib al-arba'ah hingga ditemukan pemahaman utuh, maka bagi kita diperbolehkan menggunakannya. Pertanyaannya, apakah hal ini mungkin terjadi untuk saat ini ?. Paling obyektif kalau kita katakan, tidak mungkin. Dan dengan melihat hal ini sangat tepat kita tempatkan persyaratan tadwin sebagai kunci utama dalam sebuah rujukan madzhab (lihat. At-Taqrîr wa at-Tahbîr, juz. III h. 354 dan al-Fatawi al-Kubra, juz. IV h. 308).

&  Kualitas Dan Kemasyhuran Sebuah Madzhab
Dua hal ini merupakan satu paket syarat yang saling terkait. Dalam arti, langkah antisipatif mempertanggungjawabkan sebuah pemikiran (madzhab) adalah dengan melihat kualitas kajian yang tentunya tidak lepas dari dedikasi pengkaji. Dan hal ini hanya bisa dilakukan oleh mereka yang bertitel mujtahid. Yakni mereka yang betul-betul paham tentang metode inferensi (istinbath) dengan segala infrastrukturnya yang begitu rumit. Selama ini, jujur saja belum ada manusia-manusia sekaliber mereka. Dan yang kita temui belakangan ini hanyalah klaim dan perasaan sekelas dari mereka yang kapasitasnya hanya layak kita juluki muqallid atau bahkan kelas awam. Di samping itu, intensitas penukilan sebuah pemikiran juga semakin menopang keabsahan sebuah madzhab. Terutama ketika sudah mencapai fase masyhur.
As-Syaikh Muhammad Ali bin Husain al-Makiy memaparkan bahwa kemasyhuran sebuah madzhab merupakan penilaian lain selain tadwin, dan hal inilah yang mendasari mayoritas ulama cenderung tidak melegalkan selain madzahib al-arba'ah sebagai bahan rujukan. Karena melihat realitas lapangan, empat madzhab inilah yang secara intensif dikembangkan dan masyhur di beberapa negara. Sehingga menurut beliau, masih ada toleransi untuk madzhab selain madzahib al-arba'ah ketika dijumpai masyhur di sebagian daerah, sebagaimana madzhab Zaid bin 'Ali yang masyhur di sebagian Yaman. Namun menurut beliau, selain masyhur, isi dari kitab-kitab kalangan Zaidiyah mayoritas senada dengan pemikiran kalangan Hanafiyah dan Syafi'iyyah. Dan karena hal inilah mereka boleh mempergunakan pemikiran Zaidiyah sebatas di kawasan mereka (Inârah ad-Duja hal. 33-34).

&  Sanad Dan Keaslian Sebuah Madzhab
Kepentingan sanad dalam sebuah karangan adalah membedakan pemikiran yang masih membawa dasar-dasar jelas dan pemikiran baru yang diwacanakan meskipun terkadang sejalan. Karena menurut dasar-dasar fiqh kita, ijtihad yang diwacanakan orang-orang yang tidak berkompeten (mustaufi li as-syurûth) selamanya tidak akan diakui meskipun hasilnya selaras dengan madzhab yang telah ada. Faedah lain adalah untuk membuktikan pengakuan bahwa sebuah kutipan adalah dari madzhab-madzhab terdahulu yang diakui. Dalam arti, madzhab-madzhab selain madzhahib al-arba'ah yang sudah kehilangan intensitas penukilan atau dapat kita katakan tidak masyhur meskipun mudawwan, memerlukan persyaratan ini sebagai pembuktian keotentikannya (baca, Inârah ad-Duja hal. 33-34).
Selain hal di atas, kitab-kitab yang hanya berisi penukilan dan bukan mewacanakan ijtihad baru, semestinya tetap harus diklarifikasi tingkat keadilan dan kejujuran pengarangnya. Karena disinyalir, meskipun dia tidak mewacanakan ijtihad baru, menyampaikan sebuah pemikiran tentunya sangat mungkin terjadi pengurangan, penambahan atau bahkan kebohongan (baca, Inârah ad-Duja hal. 33-34, Qawâ'id al-Fiqh Li Muhammad 'Amîmi, juz. I h. 565 dan Is'âd ar-Rafîq, juz. II. H. 90-91).

&  Tema Dan Isi Sebuah Rujukan
Setiap kajian menuntut pertanggung jawaban moral, baik kepada Allah maupun kepada sesama. Sehingga demi memenuhi pertanggung jawaban ini, syariat sangat tidak mengijinkan umat Islam melemparkan ataupun mengkonsumsi wacana-wacana yang sudah melewati koridor moral semacam ini. Secara garis besarnya, setiap wacana tidak diperbolehkan menyalahi al-Qur'an, al-Sunnah serta kesepakatan hukum ulama-ulama terdahulu. Mengenai hal ini, Ar-Rafi'i memberikan garis batas muatan-muatan ilmu yang terlarang dengan statemennya.
كل علم يشتمل على عقيدة باطلة أو تخييل أو تدليس أو تصوير أو ضرر أو دعوى علم غيب أو نهى عنه الشرع فهو حرام

&  Konklusi Devinisi Kutub Al-Mu'tabarah
Sebenarnya syariat hanya menggaris bawahi, bahwa rujukan yang diperbolehkan untuk kita jadikan pedoman adalah Al-Kutub al-Mautsuq fi Shihatih (rujukan yang diakui keotentikannya). Dan bahasa inilah yang sering kita istilahkan dengan Kutub al-Mu'tabarah. Namun dalam tataran penerapan dalam berbagai jenis rujukan, dapat kita jabarkan dalam beberapa klasifikasi sebagai berikut.

v   Pertama, Rujukan Dari Madzhab-Madzhab Masyhur.
Dalam hal ini, kitab maupun wacana yang disandarkan pada madzhab-madzhab ini semuanya dapat dijadikan rujukan, meskipun di luar madzahib al-arba'ah. Hanya saja jika tingkat kemasyhurannya terbatas pada kawasan tertentu, pemikiran dari sebuah madzhab masyhur tidak bisa dibawa keluar sebagai bahan rujukan.
Dan untuk kitab-kitab hasil dari penukilan bukan dari ijtihad harus memenuhi syarat penukilnya termasuk adil ataupun tsiqah.
v  Kedua, Rujukan Dari Madzhab-Madzhab Yang Tidak Masyhur.
Untuk jenis ini perlu kita telusuri melalui uji kelayakan madzhab, mulai dari sanad maupun kandungan ajarannya. Baru kemudian bisa kita katagorikan mu'tabarah.
v      Ketiga, Rujukan Non Madzhab.
Khusus untuk bagian ini, kami rasa perlu kita berikan batasan-batasan tertentu sebelum kita berani menilainya sekelas dengan kutub al-mu'tabarah. Di antara batasannya adalah :
ü  Tidak berseberangan dengan al-Qur'an, as-Sunnah dan kesepakatan ulama.
ü  Isi dan kandungannya jelas dan tidak ilegal.
ü  Di dukung oleh dalil umum yang selaras.



( عبارات )
البريقة شرح الطريقة لأبى سعيد الخادمى القونوى  ص :111- 112
(قالوا من هى يا رسول الله قال ما) أى ملة (أنا عليه وأصحابى) وهى أهل السنة والجماعة من الماتريدية والأشاعرة (فإن قيل) كل فرقة تدعى أنها أهل السنة والجماعة (قلنا ذلك لا يكون بالدعوى بل بتطبيق القول والفعل وذلك بالنسبة إلى زماننا إنما يمكن بمطابقة صحاح الأحاديث ككتب الشيخين وغيرهما من الكتب التى أجمع على وثاقتها كذا فى المناوى (فان قيل فما حال الاختلاف بين الأشاعرة والماتريدية (قلنا لاتحاد أصولهما لم يعد مخالفة معتدة إذ خلاف كل فرقة لا يوجب تضليل الأخرى ولا تفسيقها فعددنا ملة واحدة وأما الخلاف فىالفرعيات وإن كان كثرة اختلاف صورة لكن مجتمعة فى عدم مخالفة الكل كتابا نصا ولا سنة قائمة ولا إجماعا ولا قياسا صحيحا عنده وأن الكل صارف غاية جهده وكمال وسعه فى إصابة السنة وإن أخطأ بعض لقوة خفاء الدليل ولهذا يعذر ويعفى بل يؤجر قال المناوى فى شرح الجامع عد هذا الحديث المؤلف من المتواتر اهـ
التقرير والتحبير لابن أمير حاج الحنفي الجزء الثالث ص : 354
(تكملة نقل الإمام) في البرهان (إجماع المحققين على منع العوام من تقليد أعيان الصحابة بل من بعدهم) أي بل قال : بل عليهم أن يتبعوا مذاهب الأئمة (الذين سبروا ووضعوا ودونوا) لأنهم أوضحوا طرق النظر وهذبوا المسائل وبينوها وجمعوها بخلاف مجتهدي الصحابة فإنهم لم يعتنوا بتهذيب مسائل الاجتهاد ولم يقرروا لأنفسهم أصولا تفي بأحكام الحوادث كلها وإلا فهم أعظم وأجل قدرا وقد روى أبو نعيم في الحلية أن محمد بن سيرين سئل عن مسألة فأحسن فيها الجواب فقال له السائل ما معناه ما كانت الصحابة لتحسن أكثر من هذا فقال محمد لو أردنا فقههم لما  أدركته عقولنا (وعلى هذا) أي على أن عليهم أن يقلدوا الأئمة المذكورين لهذا الوجه (ما ذكر بعض المتأخرين) وهو ابن الصلاح (منع تقليد غير) الأئمة (الأربعة) أبي حنيفة ومالك والشافعي وأحمد رحمهم الله (لانضباط مذاهبهم وتقييد) مطلق (مسائلهم وتخصيص عمومها) وتحرير شروطها إلى غير ذلك (ولم يدر مثله) أي هذا الشيء (في غيرهم) من المجتهدين (الآن لانقراض أتباعهم) وحاصل هذا أنه امتنع تقليد غير هؤلاء الأئمة لتعذر نقل حقيقة مذهبهم وعدم ثبوته حق الثبوت لا لأنه لا يقلد ومن ثمة قال الشيخ عز الدين بن عبد السلام : لا خلاف بين الفريقين في الحقيقة بل إن تحقق ثبوت مذهب عن واحد منهم جاز تقليده وفاقا وإلا فلا وقال أيضا إذا صح عن بعض الصحابة مذهب في حكم من الأحكام لم يجز مخالفته إلا بدليل أوضح من دليله هذا وقد تعقب بعضهم أصل الوجه لهذا بأنه لا يلزم من سبر هؤلاء كما ذكر وجوب تقليدهم لأن من بعدهم جمع وسبر كذلك إن لم يكن أكثر ولا يلزم وجوب اتباعهم بل الظاهر في تعليله في العوام أنهم لو كلفوا تقليد الصحابي لكان فيه من المشقة عليهم من تعطيل معايشهم وغير ذلك ما لا يخفى وأيضا كما قال ابن المنير يتطرق إلى مذاهب الصحابة احتمالات لا يتمكن العامي معها من التقليد ثم قد يكون الإسناد إلى الصحابي لا على شروط الصحة وقد يكون الإجماع انعقد بعد ذلك القول على قول آخر ويمكن أن تكون واقعة العامي ليست الواقعة التي أفتى فيها الصحابي وهو ظان أنها هي لأن تنزيل الوقائع على الوقائع من أدق وجوه الفقه وأكثرها غلطا وبالجملة القول بأن العامي لا يتأهل لتقليد الصحابة قريب من القول بأنه لا يتأهل للعمل بأدلة الشرع إما لأن قوله حجة فهو ملحق بقول الشارع وإما لأنه في علو المرتبة يكاد يكون حجة فامتناع تقليده لعلو قدره لا لنزوله فلا جرم أن قال المصنف (وهو) أي هذا المذكور (صحيح) بهذا الاعتبار وإلا فمعلوم أنه لا يشترط أن يكون للمجتهد مذهب مدون وأنه لا يلزم أحدا أن يتمذهب بمذهب أحد الأئمة بحيث يأخذ بأقواله كلها ويدع أقوال غيره كما قدمناه بأبلغ من هذا ومن هنا قال القرافي انعقد الإجماع على أن من أسلم فله أن يقلد من شاء من العلماء بغير حجر وأجمع الصحابة رضي الله عنهم أن من استفتى أبا بكر أو عمر وقلدهما فله أن يستفتي أبا هريرة ومعاذ بن جبل وغيرهما ويعمل بقولهما من غير نكير فمن ادعى دفع هذين الإجماعين فعليه الدليل هذا وقد تكلم أتباع المذاهب في تفضيل أئمتهم قال ابن المنير : وأحق ما يقال في ذلك ما قالت أم الكملة عن بنيها : ثكلتهم إن كنت أعلم أيهم أفضل هم كالحلقة المفرغة لا يدرى أين طرفاها فما من واحد منهم إذا تجرد النظر إلى خصائصه إلا ويفنى الزمان لناشرها دون استيعابها وهذا سبب هجوم المفضلين على التعيين فإنه لغلبة ذلك على المفضل لم يبق فيه فضلة لتفضيل غيره عليه وإلى ضيق الأذهان عن استيعاب خصائص المفضلين جاءت الإشارة بقوله تعالى "وما نريهم من آية إلا هي أكبر من أختها" يريد - والله أعلم - أن كل آية إذا جرد النظر إليها قال الناظر هي أكبر الآيات وإلا فما يتصور في آيتين أن يكون كل منهما أكبر من الأخرى بكل اعتبار وإلا لتناقض الأفضلية والمفضولية والحاصل أن هؤلاء الأربعة انخرقت بهم العادة على معنى الكرامة عناية من الله تعالى بهم إذا قيست أحوالهم بأحوال أقرانهم ثم اشتهار مذاهبهم في سائر الأقطار واجتماع القلوب على الأخذ بها دون ما سواها إلا قليلا على مر الأعصار مما يشهد بصلاح طويتهم وجميل سريرتهم ومضاعفة مثوبتهم ورفعة درجتهم - تغمدهم الله تعالى برحمته وأعلى مقامهم في بحبوحة جنته وحشرنا معهم في زمرة نبينا محمد وعترته وصحابته وأدخلنا وصحبتهم دار كرامته .
الفتاوى الكبرى الجزء الرابع ص : 308
(وسئل) رحمه الله تعالى هل يجوز تقليد الصحابة رضوان الله تعالى عليهم أم لا فما الدليل عليه ؟ (فأجاب) نفعنا الله تعالى بعلومه بقوله نقل إمام الحرمين عن المحققين امتناعه على العوام لارتفاع الثقة بمذاهبهم إذ لم تدون وتحرر وجزم به ابن الصلاح وألحق بالصحابة التابعين وغيرهما ممن لم يدون مذهبه وبأن التقليد متعين للأئمة الأربعة فقط قال لأن مذاهبهم انتشرت حتى ظهر تقييد مطلقها وتخصيص عامها بخلاف غيرهم ففيه فتاوى مجردة لعل لها مكملا أو مقيدا لو انبسط كلامه فيها لظهر خلاف ما يبدو منه فامتنع التقليد إذا لتعذر الوقوف على حقيقة مذاهبهم اهـ والقول الثاني جواز تقليدهم كسائر المجتهدين قال ابن السبكي وهو الصحيح عندي غير أني أقول لا خلاف في الحقيقة بل إن تحقق مذهب لهم جاز وفاقا وإلا فلا ا هـ . ويؤيده ما نقله الزركشي عن جمع من العلماء المحققين أنهم ذهبوا إلى جواز تقليدهم واستدل له ثم قال وهذا هو الصحيح إن علم دليله وصح طريقه ولهذا قال ابن عبد السلام في فتاويه إذا صح عن صحابي ثبوت مذهب جاز تقليده وفاقا وإلا فلا ; لا لكونه لا يقلد بل لأن مذهبه لم يثبت كل الثبوت ا هـ كلام الزركشي فتأمله مع قول ابن عبد السلام وفاقا يتضح لك اعتماد ما ذكره ابن السبكي ومقتضى قول المجموع فعلى هذا أي وجوب التمذهب بمذهب معين يلزم أن يجتهد في إثبات مذهب إلى أن قال وليس له التمذهب بمذهب أحد من الصحابة رضي الله تعالى عنهم وبسط دليله وبين أن مذهب الشافعي رضي الله تعالى عنه أقوم المذاهب إن ذلك مفرع على القول الضعيف ويدل له قول ابن برهان تقليد الصحابة مبني على جواز الانتقال في المذاهب فمن منعه منع تقليدهم لأن فتاويهم لا يقدر على استحضارها في كل واقعة حتى يمكن الاكتفاء بها فيؤدي إلى الانتقال ومذاهب المتأخرين تمهدت فيكفي المذهب الواحد المكافئ طول عمره . ا هـ . وهو حسن بالغ وبه يعلم جواز تقليدهم في مسائل إذ لا يجب التمذهب بمذهب معين خلافا للحنفية .
إنارة الدجى ص: 33-34
ثم قال الشيخ محمد بخيت المطيعي في حاشيته على الأسنوي على المنهاج في الأصول غير أن في ديارنا المصرية وغيرها من سائر الأمصار لم يعرف ولم يشتهر غير المذاهب الأربعة فهي التي دونت كتبها في بلادنا وغيرها من سائر الأمصار فلا يجوز الإفتاء في هذه البلاد التي اشتهر فيها مذاهب الأئمة الأربعة إلا بواحد منها ولو وجد من تلقى مذهبا مذاهب المجتهدين غير الأربعة ممن لم تشتهر مذاهبهم في البلاد التي اشتهر فيها مذاهب الأئمة الأربعة من شيخ ثقة عدل مأمون وهو قدأخذت ذلك المذهب عن شيخ كذلك وهكذا نقله ثقة عدل إلى أن وصل النقل بالسند إلى ذلك المجتهد المعروف بالاجتهاد والعدالة والوثوق والأمانة لم يخالف كتابا ولا سنة ولا إجماعا قبله جاز لمن نقل إليه هذا المذهب على هذا الوجه أن يعمل بذلك المذهب في خاصة نفسه ولا يجوز له أن يفتي به غيره في البلاد التي لم يشتهر فيها ذلك المذهب لأنه إنما وصل إليه فقط بطريق الآحاد ولم يتواتر ولم يشتهر في تلك البلاد وقد علمت أن أقوال المجتهدين بالنسبة للمقلدين كالأدلة بالنسبة للمقلدين كالأدلة بالنسبة للمجتهدين ولهذا قال بعض العلماء في مذاهب الأئمة الأربعة وغيرها :
وواجب يقليد حبر منهم # كذا حكى القوم بلفظ يفهم
وجائز يقليد غير الأربهة # في غير إفتاء وفي هذا سعة
فأوجب تقليد واحد من الأربعة الأئمة لما ذكرناه من تدوين مذاهبهم وشهرتها في ديارنا وغيرها من سائر الأمصار دون غيرها وعليه لايمنع أن غيرها لو اشتهر في جهة اشتهارها عندنا يجوز العمل والإفتاء به في تلك الجهة التي اشتهر فيها غير تلك المذاهب الأربعة كما في بعض جهات اليمن فإن فيها قد اشتهر مذهب زيد بن على زين العابدين بن الحسين السبط وقد اطلعنا على بعض كتب مذهبه وهو المسند الفقهي فرأينا ما فيه من الأحكام موافقا لمذهب أبي حنيفة إلا ما قل فهو موافق فيه مذهب الشافعي غير أن الذي روى هذا السند هو عمرو بن خالد الواسطي وقد طعن فيه أهل السنة والجماعة على الوجه المبين في تهذيب التهذيب وفي الميزان الذهبي وأنكروا عليه بما  يسقطه ولكن أهل البيت عدلوه ودفعوا تلك الطعون وعلى كل فقد علمت أن مذهبه يوافق في غالبه مذهب أبي حنيفة وفيما عداه مذهب الشافعي وقد تلقى علماء الزيدية هذا السندم بالقبول ومن هذا تعلم أنه لا يجوز العمل بما يوجد مذكورا في بعض الكتب من المذاهب المتروكة الغير المدونة اعتمادا على ذكرها في تلك الكتب خصوصا إذا كان تلك الكتب غير متداولة ولم يشهر استعمالها ولا يؤمن تحريفها ولا الزيادة فيها والنقص منها على أن مجرد النقل من الكتب حتى المدونة بدون تلقيها عن الأشياخ على الوجه الذي قلنا ليس طريقا من طرق النقل التي يعتمد عليها فلا يجوز العمل بما ينقله بعض الناس في هذا العصر من المذاهب التي لم تدون عن بعض الكتب من غير أن يتلقى واحد من هؤلاء شيئا منها عن شيخ ثقة ولا وصلت إليه بسند صحيح ولا بطريق التواتر ولا بطريق الشهرة ولا بطريق الآحاد ولا بأدنى سند يصل به نقلها إلى صاحب ذلك المذهب ومن غير أن يقفوا على درجة صاحب هذا المذهب من الثقة العدالة والأمانة ومن غير أن يقفوا على ما قاله العلماء سلفا وخلفا في ذلك المذهب وربما يكون العلماء أقاموا الحجج على بطلانه وعدم جواز العمل به فضلا عن أن ذلك الكتاب الذي وجد فيه ذلك المذهب ربما لا يكون معروفا ولا متداولا حتى يقفوا على نسخه الصحيحة بدون تحريف ولا زيادة ولا نقص وبدون الوقف على ما ذكر لا يجوز العمل بما يوجد من تلك المذاهب المتروكة التي لم تدون هذا قليل من كثير.
اسعاد الرفيق الجزء الثانى ص:90-91
(وفى التحفة تنبيه) ما أفهمه كلامه من جواز النقل من الكتب المعتمدة ونسبته لمؤلفها مجمع عليه وإن لم يتصل سند الناقل بمؤلفها: نعم النقل من نسخة كتاب لا يجوز إلا إن وثق بصحتها أو تعددت تعددا يغلب على الظن معه صحتها أو رأى لفظها منتظما وهو خير فطن يدرك السقط والتحريف فإن انتفى ذلك قال وجدت أو نحوه وجواز اعتماد المفتى ما يراه فى كتاب معتمدة فيه تفصيل هو أن الكتب المتقدمة على الشيخين لا يعتمد شئ إلا بعد مزيد الفحص والتحرى حتى يغلب على الظن أنه المذهب ولا يفتى بتتابع كتب متعددة على حكم واحد فإن هذه الكثيرةقد تنتهى إلى واحد: هذا كله فيما لم يتعرض له الشيخان ولا أحدهما وإلا المعتمد ما اتفقا عليه اى عليه اى مالم يجمع عليه متعقبو كلاهما على أنه سهو فإن اختلفا فالنووى فإن وجد للرافعى ترجيح دونه فهو إهـ
قواعد الفقه لمحمد عميمى المجددى البركتي  الجزء الأول ص : 565 –567  الصدف ببلشرز 1986 م
وأما من يحفظ أقوال المجتهدين فليس بمفت وفتواه ليست حقيقية بل هو نقل كلام والإطلاق عليه مجاز ولكن حل له الإفتاء إن كان صوابه أكثر من خطائه وإن لم يكن من أهل الإجتهاد نعم لا يفتى إلا بطريق النقل والحكاية فيحكى ما يحفظ من أقوال الفقهاء وطريق من كتاب معروف وتداولته الأيدي والثاني هو المختار في عصرنا قال أبو بكر الرازي فأما ما يوجد من كلام رجل ومذهبه في كتاب معروف به وقد تداولت النسخ يجوز لمن نظر فيه أن يقول قال فلان كذا وفلان كذا وإن لم يسمعه من أحد نحو كتب محمد والموطأ لمالك ونحو هما من الكتب المصنفة في أصناف العلم لأن وجودها على هذا الوصف بمنزلة الخبر المتواتر والمستفيض ولا يحتاج مثله إلى إسناد والله أعلم
أدب الفتوى الجزء الأول ص : 32-34 دار الفكر  1407  هـ
فإن قيل من حفظ كتابا أو أكثر في المذهب وهو قاصر لم يتصف بصفة أحد ممن سبق ولم يجد العامي في بلده غيره هل له الرجوع إلى قوله فالجواب إن كان ببلد مفت يجد السبيل إليه وجب التوصل إليه بحسب إمكانه فإن تعذر ذكر مسألته للقاصر فإن وجدها بعينها في كتاب موثوق بصحته وهو ممن يقبل خبره نقل له حكمها بنصه وكان العامي فيها مقلدا صاحب المذهب قال أبو عمرو وهذا وجدته في ضمن كلام بعضهم والدليل يعضده وإن لم يجدها مسطورة بعينها لم يقسها على مسطور عنده وإن اعتقده من قياس لا فارق لأنه قد يتوهم ذلك موضعه  فإن قيل هل لمقلد أن يفتي بما هو مقلد فيه قلنا قطع أبو عبد الله الحليمي وأبو محمد الجويني وأبو المحاسن الروياني وغيرهم بتحريمه وقال القفال المروزي يجوز وقال أبو عمرو: قول من منعه  معناه لا يذكره على صورة من يقوله من عند نفسه بل يضيفه إلى إمامه الذي قلده فعلى هذا من عددناه من المفتين المقلدين ليسوا مفتين حقيقة لكن لما قاموا مقامهم وأدوا عنهم عدوا معهم وسبيلهم أن يقولوا مثلا مذهب الشافعي كذا أو نحو هذا ومن ترك منهم الإضافة هو إكتفاء بالمعلوم من الحال عن التصريح به ولا بأس بذلك
حاشية العطار الجزء الثانى ص: 202
(خاتمة) (مستند غير الصحابي) في الرواية (قراءة الشيخ) عليه (إملاء وتحديثا) من غير إملاء (فقراءته عليه) أي على الشيخ (فسماعه) بقراءة غيره على الشيخ (فالمناولة مع الإجازة) كأن يدفع له الشيخ أصل سماعه أو فرعا مقابلا به ويقول له أجزت لك روايته عني (فالإجازة) من غير مناولة (لخاص في خاص) نحو أجزت لك رواية البخاري (فخاص في عا) نحو أجزت لك رواية جميع مسموعاتي (فعام في خاص) نحو أجزت لمن أدركني رواية مسلم (فعام في عام) نحو أجزت لمن عاصرني رواية جميع مروياتي (فلفلان ومن يوجد من نسله) تبعا له (فالمناولة) من غير إجازة (فالإعلام) كأن يقول هذا الكتاب من مسموعاتي على فلان (فالوصية) كأن يوصي بكتاب إلى غيره عند سفره أو موته (فالوجادة) كأن يجد كتابا أو حديثا بخط شيخ معروف (ومنع) إبراهيم (الحربي وأبو الشيخ) الأصفهاني (والقاضي الحسين والماوردي الإجازة) أقسامها السابقة (و) منع (قوم العامة منها) دون الخاصة (و) منع (القاضي أبو الطيب) إجازة (من يوجد من نسل زيد وهو الصحيح والإجماع على منع) إجازة (من يوجد مطلقا) أي من غير التقييد بنسل فلان وعطف الأقسام بالفاء إشارة إلى أن كل قسم دون ما يليه في الرتبة ومن ذلك مع حكاية الخلاف في الإجازة يستفاد حكاية خلاف فيما بعدها وهو الصحيح اهـ -إلى أن قال- وصفة التحديث بها أن يقول وجدت أو قرأت بخط فلان أو في كتابه بخطه حديث فلان ويسوق الإسناد والمتن أو قرأت بخط فلان عن فلان وأما العمل بها فنقل عن معظم المحدثين والفقهاء المالكيين وغيرهم أنه لا يجوز عن الشافعي ونظار أصحابه جوازه وبعض المحققين الشافعية بوجوب العمل بها عند حصول الثقة به قال النووي وهو الصحيح الذي لا يتجه في هذه الأزمان غيره وقال ابن الصلاح إنه لو توقف العمل بها على الرواية لانسد باب العمل بالمنقول لتعذر شروطه قال البلقيني واحتج بعضهم للعمل بالوجادة أي الخلق أعجب إيمانا ؟ قالوا الملائكة قال وكيف لا يؤمنون وهم عند ربهم ؟ قالوا الأنبياء قال وكيف لا يؤمنون وهم يأتيهم الوحي ؟ قالوا فنحن قال وكيف لا تؤمنون وأنا بين أظهركم قالوا فمن يا رسول الله قال قوم يأتون من بعدكم يجدون صحفا يؤمنون بما فيها قال وهذا استنباط حسن اهـ (خاتمة مهمة) قال ابن برهان في الأوسط ذهب الفقهاء كافة إلى أنه لا يتوقف العمل بالحديث على سماعه بل إذا صح عنده النسخة جاز له العمل بها وإن لم يسمع وحكى الأستاذ أبو إسحاق الإسفراييني الإجماع على جواز النقل من الكتب المعتمدة ولا يشترط اتصال السند إلى مصنفها وذلك شامل لكتب الأحاديث والفقه وقال الطبري من وجد حديثا في كتاب صحيح جاز له أن يرويه ويحتج به وقال قوم من أصحاب الحديث لا يجوز له أن يرويه لأنه لم يسمعه وهذا غلط وكذا حكاه إمام الحرمين في البرهان عن بعض المحدثين وقال هم عصبة لا مبالاة بهم اهـ وكتب الشيخ عز الدين بن عبد السلام جوابا عن سؤال كتبه إليه أبو محمد عبد الحميد وأما الاعتماد على كتب الفقه الصحيحة الموثوق بها فقد اتفق العلماء في هذا العصر على جواز الاعتماد عليها والاستناد إليها لأن الثقة قد حصلت بها كما تحصل بالرواية وبعد التدليس ومن اعتقد أن الناس قد اتفقوا على الخطأ في ذلك فهو أولى بالخطأ منهم ولولا جواز الاعتماد على ذلك لتعطل كثير من المصالح المتعلقة بها وقد رجع الشارع إلى قول الأطباء في صور وليست كتبهم مأخوذة في الأصل إلا عن قوم كفار ولكن لما بعد التدليس فيها اعتمد عليها كما اعتمد في اللغة على أشعار العرب وهم كفار لبعد التدليس قال وكتب الحديث أولى بذلك من كتب الفقه وغيرها لاعتنائهم بضبط النسخ وتحريرها فمن قال إن شرط التخريج من كتاب يتوقف على اتصال السند إليه فقد خرق الإجماع وغاية المخرج أن ينقل الحديث من أصل موثوق بصحته وينسبه إلى من رواه ويتكلم على علته وغريبه وفقهه قال وليس الناقل للإجماع مشهورا بالعلم مثل اشتهار هؤلاء الأئمة بل نص الشافعي في الرسالة على أنه يجوز أن يحدث بالخبر وإن لم يعلم أنه سمعه فليت شعري أي إجماع بعد ذلك اهـ
الفوائد المكية ص: 19  الهداية
والحاصل تحريم جميع العلوم الباطلة وضابطها كما قال الإمام الرافعى فى شرح الوجيز كل علم يشتمل على عقيدة باطلة أو تخييل أو تدليس أو تصوير أو ضرر أو دعوى علم غيب أو نهى عنه الشرع فهو حرام -إلى أن قال-ص:20 تنبيه وفى المشرع الراوى فى مناقب بنى علوى فى آدب المسجد وما يمنع فيه ما نصه ويمنع مما ذكره المؤرخون من قصص الأنبياء كفتوح الشام للواقدى فإن غالبه موضوع أو مأخوذ ممن لا يوثق به من أهل الكتاب وما فيه ذكر صفات الخمر المحرمة ولو خارج المسجد


No comments: